DPR Bahas Revisi RUU KUHAP: Klarifikasi dan Penguatan Regulasi

Nasional

Kewenangan Kejaksaan dalam Penyidikan Tipikor Tetap Berlaku

Dalam rapat Komisi III DPR yang membahas revisi RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), salah satu poin utama yang menjadi perhatian adalah kewenangan Kejaksaan dalam penyidikan tindak pidana korupsi (tipikor).

Sempat beredar kesalahpahaman bahwa Kejaksaan akan kehilangan kewenangan dalam penyidikan kasus tipikor. Namun, dalam diskusi tersebut, ditegaskan bahwa Kejaksaan tetap memiliki kewenangan sebagaimana yang telah berlaku sebelumnya. Hal ini sekaligus menepis kekhawatiran sejumlah pihak yang menganggap revisi RUU KUHAP akan melemahkan peran Kejaksaan dalam pemberantasan korupsi.

Keberlanjutan kewenangan ini dinilai penting untuk menjaga efektivitas penegakan hukum dalam kasus korupsi, terutama dalam memastikan tidak ada celah hukum yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk menghindari pertanggungjawaban.

Pasal Penghinaan Presiden dan Restorative Justice

Salah satu poin kontroversial dalam revisi KUHAP adalah tetap dipertahankannya pasal penghinaan terhadap presiden. Meskipun ada desakan dari berbagai pihak agar pasal ini dihapus atau direvisi, dalam pembahasan di Komisi III DPR, dipastikan bahwa pasal tersebut tetap berlaku.

Namun, ada dorongan agar kasus penghinaan terhadap presiden diselesaikan melalui pendekatan restorative justice sebelum masuk ke ranah hukum formal. Pendekatan ini mengedepankan dialog dan mediasi untuk menyelesaikan sengketa hukum tanpa harus melalui proses peradilan yang panjang dan berpotensi menimbulkan dampak sosial yang lebih besar.

Pendekatan ini sejalan dengan prinsip hukum progresif yang menitikberatkan pada penyelesaian konflik secara damai dan berkeadilan bagi semua pihak. Dengan demikian, meskipun pasal ini tetap ada dalam KUHP, penerapannya diharapkan lebih fleksibel dengan mengutamakan penyelesaian di luar pengadilan.

Mencegah Kekerasan dalam Pemeriksaan: CCTV Jadi Kewajiban

Isu lain yang menjadi perhatian dalam revisi RUU KUHAP adalah pencegahan kekerasan dalam proses pemeriksaan oleh aparat penegak hukum. Untuk menghindari penyiksaan terhadap tersangka atau tahanan, Komisi III DPR menegaskan bahwa setiap ruang tahanan dan pemeriksaan wajib dilengkapi dengan kamera pengawas (CCTV).

Langkah ini diambil sebagai respons terhadap berbagai kasus dugaan kekerasan yang terjadi selama proses penyidikan. Salah satu contoh yang disoroti dalam diskusi adalah kasus di Palu, di mana kekerasan terhadap tahanan terjadi akibat minimnya pengawasan.

Dengan adanya CCTV di setiap ruang tahanan dan pemeriksaan, diharapkan tidak hanya meningkatkan transparansi, tetapi juga memberikan perlindungan bagi tersangka dari potensi penyalahgunaan wewenang oleh aparat. Selain itu, rekaman CCTV dapat menjadi bukti kuat dalam menegakkan akuntabilitas petugas jika terjadi dugaan pelanggaran.

Kesimpulan: Revisi KUHAP dan Penguatan Perlindungan Hukum

Pembahasan revisi RUU KUHAP di Komisi III DPR menegaskan komitmen legislator dalam mengklarifikasi isu-isu yang berkembang di masyarakat. Fokus utama dalam diskusi ini mencakup kewenangan institusi hukum, perlindungan hak individu, serta pencegahan penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat.

Dengan mempertahankan kewenangan Kejaksaan dalam penyidikan tipikor, mengutamakan restorative justice dalam kasus penghinaan presiden, serta mewajibkan pemasangan CCTV di ruang tahanan, revisi KUHAP diharapkan dapat meningkatkan efektivitas sistem hukum di Indonesia.

Ke depan, implementasi aturan-aturan baru ini akan menjadi tantangan tersendiri. Namun, dengan pengawasan yang ketat dan dukungan dari semua pemangku kepentingan, revisi ini berpotensi membawa perubahan positif dalam sistem peradilan pidana di Tanah Air. (Red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *