“Youth Voter 2025”: Saatnya Gen Z Melek Politik dan Selamatkan Masa Depan

Bandung Barat Blog Pendidikan

Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, Rabu 21 Mei 2015, Musik membakar semangat membahana di Padalarang. Lagu-lagu nasionalis dibawakan dengan penuh semangat oleh Intan Ayu dari Expector Indonesia, membuka acara “Youth Voter 2025” yang diinisiasi oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Provinsi Jawa Barat. Namun ini bukan sekadar acara musik. Di balik dentuman speaker dan antusiasme 350 siswa dari berbagai SMA dan SMK di Bandung Barat, terselip pesan serius: generasi muda harus bangkit dan peduli politik.

Di tengah tantangan era digital, di mana informasi datang cepat tapi belum tentu akurat, Bakesbangpol Jawa Barat hadir membawa misi: membangun generasi yang melek politik, kritis, dan aktif dalam proses demokrasi. Melalui program Youth Voter 2025 ini, mereka ingin merangkul generasi Z, yang katanya apatis dan teryata tidak, mereka ikut ambil bagian dalam menentukan arah bangsa.

Kenapa Harus Peduli Politik?

Jawa Barat adalah provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia: sekitar 50 juta jiwa. Tapi, sayangnya, tingkat partisipasi pemilih pemula masih memprihatinkan. Dalam Pilgub sebelumnya, tingkat partisipasi hanya sekitar 68 persen, artinya ada 32 persen suara yang tak terdengar. Padahal suara kalian, anak muda, adalah penentu kebijakan masa depan

“Dari 50 juta penduduk, 35 persen adalah Gen Z, tapi banyak dari mereka belum menyadari bahwa satu suara mereka bisa mengubah segalanya,” ujar Ruliadi, Kabid Dalam Negeri Bakesbangpol Jawa Barat.

Dalam sambutannya, Ruliadi menekankan pentingnya membangun karakter dan disiplin politik, bukan hanya membangun infrastruktur fisik. “Pendidikan politik itu tidak instan, kita harus mulai dari sekarang, dari generasi muda,” tambahnya.

Tobias: “Kalau Salah Pilih, Masa Depan Kalian yang Terkena Dampaknya”

Acara ini turut dihadiri oleh Tobias, anggota DPRD Provinsi Jawa Barat dari Fraksi Gerindra, yang dikenal konsisten mendukung kegiatan literasi politik anak muda. “Ini kali ke-14 saya hadir di acara seperti ini. Kenapa? Karena kalian, para pemilih muda, sangat penting. Jangan remehkan suara kalian,” tegasnya.

Tobias juga memberikan perbandingan yang menarik: “Penduduk KBB itu 1,7 juta, lebih banyak dari negara Bahrain yang cuma 1,4 juta. Kalau kalian memilih secara sadar, kalian bisa mengubah arah daerah kalian.”

Menurutnya, dulu informasi datang dari TV, sekarang dari TikTok, Instagram, dan YouTube. “Tapi jangan cuma jadi penonton, jadi kreator juga dalam proses politik. Saring informasi, pahami isu, dan berani bersuara,” katanya menyemangati para peserta.

Literasi Politik Bukan Sekadar Hafal Partai Politik

Acara ini juga menghadirkan Riko Marbun, seorang konsultan politik sekaligus akademisi. Menurut Riko, literasi politik bukan berarti kamu harus hafal semua nama menteri atau bisa debat soal undang-undang. “Literasi politik itu soal kesadaran: kamu tahu hak dan kewajibanmu sebagai warga negara, tahu bagaimana sistem bekerja, dan bisa menilai mana informasi yang benar dan mana hoaks,” jelasnya.

Ia juga menyoroti pentingnya keterlibatan aktif Gen Z, karena mereka akan jadi pilar demokrasi Indonesia di masa depan. “Kalau sekarang apatis, nanti ketika kalian jadi mayoritas pemilih, siapa yang akan menjaga demokrasi kita?” ujarnya.

Dari Bibit Politik ke Bibit Pohon: Leuweung Hejo untuk Ekologi dan Demokrasi

Selain urusan politik, acara ini juga punya pesan kuat soal lingkungan. Lewat simbolisasi penyerahan bibit pohon, program Leuweung Hejo (Hutan Hijau) pun digulirkan. Gerakan ini merupakan bagian dari upaya menyatukan kepedulian politik dan kepedulian ekologis.

Amung Makmur, anggota DPRD Kabupaten Bandung Barat yang turut hadir, menjelaskan bahwa pelestarian lingkungan juga bagian dari politik. “Jangan dikira politik itu cuma di gedung DPR. Menjaga hutan, mencegah bencana, itu juga bentuk kebijakan politik. Kalau kita punya pemimpin yang peduli lingkungan, maka masa depan kita juga lebih aman,” tegasnya.

Leuweung Hejo adalah gerakan kolaboratif antara pemerintah, sekolah, dan komunitas lokal. Tujuannya bukan hanya menanam pohon secara simbolis, tapi juga menumbuhkan kesadaran bahwa politik dan ekologi saling berkaitan. Pemimpin yang peduli lingkungan lahir dari pemilih yang cerdas dan peduli.

Suara Kaum Muda, Suara Perubahan

Salah satu peserta dari SMKN 4 Padalarang, Dinda, mengaku awalnya menganggap politik itu membosankan. “Tapi ternyata pas dijelasin tadi, politik itu tentang kita juga. Soal sekolah, lingkungan, harga makanan, itu semua ditentukan lewat keputusan politik,” katanya dengan semangat.

Senada dari SMAN 1 Cisarua mengatakan bahwa acara ini membuka pikirannya. “Saya kira politik itu cuma buat orang tua, ternyata ini soal masa depan kita juga. Saya jadi pengen ikut komunitas yang ngurusin isu-isu sosial,” ujarnya.

Komitmen Bakesbangpol dan Kolaborasi yang Harus Terus Hidup

Komala Sari dari Kesbangpol Kabupaten Bandung Barat menegaskan bahwa Youth Voter 2025 bukan acara sekali selesai. “Kita ingin menjadikannya gerakan berkelanjutan. Harapannya, dari 350 peserta ini akan muncul agen-agen perubahan di sekolah masing-masing,” ujarnya.

Sahrul Sahrian, perwakilan mitra Kesbangpol, juga menekankan pentingnya keterlibatan multi-pihak. “Kita butuh kolaborasi: sekolah, DPRD, komunitas, semua harus ambil bagian agar literasi politik benar-benar tumbuh di kalangan muda,” katanya.

Jangan Tunggu Dewasa untuk Peduli

Jangan tunggu umur 25 untuk belajar politik. Jangan tunggu kecewa baru sadar pentingnya pemilu. Jangan tunggu bencana baru sadar pentingnya pelestarian hutan. Youth Voter 2025 bukan hanya soal mencoblos, tapi tentang membentuk cara pandang, sikap kritis, dan keberanian untuk bersuara.

Gen Z punya kekuatan besar. Dengan literasi politik yang kuat dan kepedulian terhadap lingkungan, mereka bisa jadi generasi yang bukan hanya sibuk main gadget, tapi juga sibuk menyelamatkan masa depan bangsa.

Karena demokrasi bukan milik elite, tapi milik semua. Dan masa depan, sepenuhnya ada di tangan kalian.

Setelah pembukaan dan sambutan semangat dalam acara Youth Voter 2025, sesi kedua menjadi jantung dari keseluruhan kegiatan: Pendidikan Politik untuk Generasi Muda. Dipandu oleh para tokoh yang paham betul medan politik, sesi ini membahas pentingnya melek demokrasi, terutama menjelang Pemilu 2025 dan bahkan untuk Pemilu 2029, saat para peserta acara hari ini sudah memiliki hak pilih penuh.

Komala Sari dari Kesbangpol Kabupaten Bandung Barat membuka sesi ini dengan menyampaikan bahwa literasi politik di kalangan muda masih perlu ditingkatkan secara signifikan. “Kita ingin anak muda nggak cuma tahu tanggal pemilu, tapi juga paham prosesnya, pentingnya suara mereka, dan bagaimana memilih dengan bijak,” ungkapnya.

Komala menekankan pentingnya sosialisasi tahapan pemilu, mulai dari pendaftaran pemilih, masa kampanye, debat, hingga pencoblosan, agar pemilih muda tidak hanya ikut-ikutan. Lebih dari itu, Komala mengingatkan tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara, sistem demokrasi, serta peran nyata anak muda dalam pengambilan keputusan politik.

“Kalian bukan cuma penonton. Kalian aktor utama dalam panggung demokrasi,” tegasnya.

Sesi ini dilengkapi dengan berbagai forma, dari paparan langsung, hingga diskusi interaktif yang membuka ruang tanya-jawab bebas, agar Gen Z bisa mengekspresikan kegelisahan politik mereka dengan bebas dan berani.

Amung Makmur: Sukses itu Harus Dijemput dengan Ilmu

Dalam sesi pendidikan politik ini, Amung Makmur, anggota DPRD Bandung Barat dari Fraksi Gerindra, turut memberikan paparan yang menginspirasi. Sebagai legislator dari Komisi 2 yang membidangi ekonomi, ia tak hanya bicara soal politik praktis, tapi juga soal filosofi kehidupan.

“Kalau ingin sukses dunia dan akhirat, jangan tinggal diam. Belajar dan rajin membaca adalah kunci,” katanya membuka pembicaraan.

Amung menjelaskan bahwa politik itu netral. Isinya yang membuatnya bermanfaat atau merusak. “Politik beda dengan partai politik. Tapi dalam hidup, kita semua harus bisa berpolitik, agar tidak dipermainkan oleh keputusan orang lain,” tambahnya.

Ia juga mengaitkan politik dengan nilai-nilai keagamaan. “Dalam Islam, fiqih pun mengandung nilai politik. Ayat pertama yang turun itu ‘Iqra, baca! Ilmu jadi dasar dari semua keputusan, termasuk dalam memilih pemimpin,” tuturnya.

Amung memberi motivasi kepada peserta untuk menggunakan suara mereka dengan bijak di Pemilu 2029 nanti. “Jangan pilih karena ikut-ikutan. Pilih karena tahu, karena yakin, dan karena paham visi-misinya,” tegasnya.

Rico Marbun: Pemilu dan Pemuda, Dua Pilar Demokrasi

Sesi dilanjutkan oleh Rico Marbun, seorang pengamat politik sekaligus Direktur Medina Executive, yang pernah menjabat sebagai Ketua BEM UI. Dengan gaya yang lugas dan penuh semangat, Rico membawakan materi yang menyentuh aspek filosofis sekaligus praktis.

“Di dunia ini, dua kekuatan yang bisa membawa perubahan besar adalah pemilu dan pemuda,” katanya membuka sesi.

Rico menekankan bahwa Pemilu adalah hajatan demokrasi terbesar setelah Proklamasi. Di situlah masa depan bangsa ditentukan, karena lewat pemilu, kita memilih siapa yang akan membuat keputusan untuk kita semua. “Semua keputusan politik itu sifatnya memaksa. Mau suka atau tidak, kita semua ikut dampaknya,” jelasnya.

Ia lalu mengaitkan semangat pemuda masa kini dengan sejarah perjuangan generasi muda masa lalu, seperti Sumpah Pemuda 1928 dan perlawanan terhadap kolonialisme. “Dulu, kita diadu domba oleh penjajah lewat politik pecah belah. Tapi anak muda bersatu menyatakan: satu bangsa, satu tanah air, satu bahasa—Indonesia,” ujar Rico penuh semangat.

Melalui kisah-kisah sejarah seperti Perang Padri dan perjuangan Imam Bonjol, Rico ingin menanamkan kesadaran bahwa perpecahan adalah strategi lama untuk melemahkan bangsa. “Jangan sampai Gen Z sekarang terpecah karena beda pilihan. Demokrasi itu bukan tentang permusuhan, tapi tentang kebersamaan dalam keberagaman pilihan,” tambahnya.

Ia menutup paparannya dengan pesan kuat: “Melek politik bukan tren, tapi kebutuhan. Kalau kalian nggak peduli politik, maka kalian sedang menyerahkan hidup kalian ke tangan yang belum tentu amanah. Pastikan suara kalian dititipkan ke pemimpin yang bijaksana.”

Pemilih Cerdas Dimulai dari Sekarang

Jawa Barat dikenal sebagai lumbung suara terbesar nasional, tapi juga menjadi barometer pemilih rasional dan cerdas. Melalui sesi pendidikan politik ini, peserta diajak untuk bukan hanya menjadi pemilih yang aktif, tapi juga pemilih yang sadar, paham, dan kritis.

Pendidikan politik bukan lagi milik aktivis atau mahasiswa. Sekarang adalah saatnya Gen Z mengambil peran, karena demokrasi yang sehat membutuhkan pemilih yang berilmu, bukan pemilih yang asal pilih. (Nuka)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *