Menjaga Arah Perjuangan: Seruan Apung Hadiat Purwoko untuk Masa Depan Bandung Barat

Blog

Bandung Barat, 29 Mei 2025

Bandung Barat, sebuah kabupaten muda yang lahir dari semangat pemekaran daerah pada awal abad ke-21, kini telah berusia hampir dua dekade. Namun di tengah pesatnya pembangunan dan perubahan politik yang silih berganti, suara dari para tokoh pendiri masih terus menyuarakan satu hal: jangan melupakan cita-cita awal. Salah satu suara itu datang dari Apung Hadiat Purwoko, seorang tokoh pejuang pemekaran yang masih aktif dalam mengawal arah pembangunan di Kabupaten Bandung Barat.

Dalam sebuah wawancara eksklusif yang dilakukan pada akhir Mei 2025, Apung menyampaikan berbagai pandangan kritisnya terhadap jalannya pemerintahan saat ini, serta harapannya terhadap masa depan Bandung Barat. Ia memulai dengan menyoroti capaian pembangunan yang menurutnya sudah menyentuh berbagai sektor penting.

“Pemerintah sekarang sudah menyentuh aspek-aspek strategis seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, infrastruktur, dan sumber daya manusia. Secara garis besar, itu sudah mencakup seluruh aspek pembangunan yang dibutuhkan di Bandung Barat,” ujar Apung.

Namun di balik apresiasi itu, ia menyimpan kegelisahan. Ia menilai bahwa dinamika politik yang terjadi setelah Pilkada masih membayangi jalannya pemerintahan. Menurutnya, aroma kompetisi dalam kontestasi politik belum sepenuhnya hilang dari ruang birokrasi.

“Saya lihat sampai sekarang, hawa kompetisi saat Pilkada itu masih terbawa. Padahal ketika sudah selesai Pilkada, harusnya semua kembali fokus membangun. Suka tidak suka, pasangan Jeje Ritchie Ismail dan Asep Ismail adalah bupati dan wakil bupati kita. Mereka harus kita dukung, tapi dengan tetap menjaga peran kritis sebagai masyarakat,” jelasnya.

Apung menekankan bahwa dukungan masyarakat bukan berarti menerima segala keputusan tanpa pertimbangan. Sebaliknya, ia berharap masyarakat tetap menjadi mitra kritis bagi pemerintah agar arah pembangunan tetap sesuai dengan nilai-nilai awal yang melahirkan Bandung Barat.

Salah satu poin penting yang ia soroti adalah kecenderungan pemerintah saat ini yang, menurutnya, mulai menjauh dari akar sejarah pendirian kabupaten. Ia mengingatkan bahwa Bandung Barat berdiri bukan atas inisiatif segelintir elite, melainkan sebagai hasil perjuangan panjang masyarakat yang ingin memiliki identitas dan otonomi pembangunan sendiri.

“Dulu masyarakat sepakat untuk memekarkan diri dari Kabupaten Bandung. Itu bukan keinginan sepihak, tapi kesepakatan yang tumbuh dari bawah. Kita ingin mempercepat pembangunan, ingin pelayanan publik lebih dekat. Maka jangan sampai sekarang kita melupakan semangat itu,” ujarnya.

Dalam menyampaikan pesannya, Apung mengutip ungkapan terkenal dari Presiden pertama RI, Soekarno: JAS MERAH – Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah. Ia menilai ungkapan ini sangat relevan dalam konteks Bandung Barat saat ini.

“Jangan sampai pembangunan sekarang keluar dari rel cita-cita awal. Jangan sampai kita lupa sejarah. Jangan hanya ingat siapa yang tercatat secara administratif, tetapi lupa terhadap masyarakat luas yang menjadi bagian dari perjuangan,” tambahnya.

Menurut Apung, selama ini narasi tentang pejuang pemekaran terlalu terfokus pada 10 orang yang secara administratif tercatat. Padahal di lapangan, banyak tokoh masyarakat, aktivis, dan warga biasa yang ikut terlibat dalam proses panjang itu, meskipun tidak terdokumentasi secara resmi.

“Sering muncul klaim-klaim yang tidak akurat. Misalnya, bahwa pejuang hanya tinggal tiga orang. Itu tidak benar. Banyak pejuang yang memang tidak tercatat, tapi mereka tetap berperan penting. Jadi jangan melihat dari jumlah orang yang disebut, tapi lihatlah dari roh perjuangan itu sendiri,” jelasnya.

Lebih lanjut, Apung menyoroti pentingnya kesinambungan nilai perjuangan kepada generasi muda. Ia khawatir bahwa semangat pemekaran hanya tinggal dalam catatan sejarah tanpa diwariskan sebagai nilai hidup.

“Kita harus bertanya: apakah semangat perjuangan ini masih diteruskan oleh generasi muda kita? Apakah mereka tahu kenapa Bandung Barat terbentuk? Ini menjadi tanggung jawab kita semua untuk menyampaikan dan menghidupkan kembali nilai-nilai itu,” katanya.

Selain itu, ia juga menyinggung pentingnya komunikasi antara pemerintah daerah dengan para tokoh pendiri, termasuk mereka yang tergabung dalam P4KBB (Paguyuban Pejuang Pemekaran Peduli Kabupaten Bandung Barat). Ia berharap tidak terjadi miskomunikasi atau bahkan pengabaian terhadap suara-suara yang selama ini turut berkontribusi dalam proses pembentukan kabupaten.

“Selama ini seolah-olah para pendiri itu dilupakan. Padahal mereka masih ada, dan siap berkontribusi. Pemerintah seharusnya membuka ruang komunikasi, bukan justru menjaga jarak. Kita ini bukan oposisi, tapi mitra. Kita ingin mengawal agar Bandung Barat tetap berada di jalur yang benar,” tegasnya.

Di akhir wawancara, Apung menyampaikan harapan besarnya terhadap arah pembangunan Bandung Barat ke depan. Ia percaya bahwa jika nilai-nilai perjuangan dijaga dan komunikasi antara pemerintah dan masyarakat diperkuat, maka Bandung Barat bisa menjadi kabupaten yang tidak hanya maju secara fisik, tetapi juga kuat dalam fondasi moral dan sejarahnya.

“Bandung Barat ini bukan dibangun dalam semalam. Ini hasil perjuangan panjang. Maka mari kita bangun bersama dengan semangat yang sama. Jangan abaikan sejarah. Jangan abaikan suara rakyat. Dan jangan jadikan pembangunan sebagai milik segelintir elite. Ini milik kita semua,” pungkasnya.

Pesan Apung menjadi pengingat bahwa sejarah bukan sekadar masa lalu yang dilupakan, melainkan fondasi yang harus dijaga. Pembangunan tanpa arah sejarah adalah ibarat rumah tanpa pondasi. Maka saat Bandung Barat terus tumbuh dan berkembang, suara-suara seperti Apung adalah kompas moral yang perlu selalu didengar. (Nuka)
.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *