Jakarta — Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Muhammad Tito Karnavian, menegaskan bahwa pemerintah daerah (Pemda) tetap diperkenankan menggelar kegiatan di hotel maupun restoran. Pernyataan ini merespons kekhawatiran bahwa kebijakan efisiensi anggaran akan membatasi seluruh aktivitas resmi yang dilaksanakan di sektor hospitality.
“Kita harus mempertimbangkan pula keberlangsungan usaha hotel dan restoran. Mereka juga mempekerjakan banyak orang, memiliki rantai pasokan bahan pangan, serta menjadi bagian penting dari ekosistem ekonomi lokal,” ujar Tito dalam keterangannya pada Rabu, 4 Juni 2025.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029 dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 2026 Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), yang digelar di Hotel Lombok Raya. Kegiatan ini mengangkat tema “Bangkit Bersama Menuju NTB Provinsi Kepulauan yang Makmur Mendunia.”
Menurut Mendagri, pelaksanaan kegiatan di hotel maupun restoran masih relevan dilakukan selama acara tersebut membawa manfaat nyata dan tidak bersifat berlebihan. Lebih jauh, ia menyatakan bahwa kegiatan seperti ini juga menjadi salah satu cara untuk mendorong kebangkitan industri hospitality, khususnya di tengah tekanan ekonomi dan tuntutan efisiensi belanja publik.
Tito juga mengungkapkan bahwa dirinya menerima arahan langsung dari Presiden RI Prabowo Subianto untuk tetap mendukung sektor perhotelan dan restoran, meskipun pemerintah sedang menempuh langkah-langkah penghematan anggaran. Dalam pandangan Presiden, sektor ini tetap perlu diberi ruang untuk tumbuh karena menyerap banyak tenaga kerja dan memiliki kontribusi signifikan terhadap perputaran ekonomi daerah.
“Pengurangan anggaran kegiatan di hotel boleh dilakukan, tapi jangan sampai tidak ada sama sekali. Harus ada porsi yang tetap dialokasikan,” tegas Tito.
Ia juga menekankan pentingnya strategi pemanfaatan anggaran secara cerdas, seperti memilih hotel dan restoran yang sedang mengalami kesulitan usaha. Dengan menyasar tempat-tempat yang hampir kolaps, menurut Tito, pemerintah tidak hanya menjaga efisiensi tetapi sekaligus berkontribusi langsung terhadap penyelamatan lapangan pekerjaan dan keberlangsungan ekonomi lokal.
“Pemda bisa mengatur agar kegiatan diselenggarakan di tempat-tempat yang nyaris kolaps, agar mereka tetap bisa bertahan. Ini langkah nyata menyeimbangkan efisiensi fiskal dan stimulasi ekonomi,” katanya.
Lebih lanjut, Tito menyoroti bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) bukan hanya instrumen administratif, melainkan juga alat untuk menstimulasi perekonomian lokal. Dana publik tersebut, menurutnya, seharusnya mampu menggerakkan roda perekonomian dan mendorong keterlibatan sektor swasta.
“Kalau sektor swasta tidak hidup, jangan harap perekonomian bisa melompat. Peran APBD sangat vital untuk menghidupkan peredaran uang di masyarakat,” pungkasnya.
Dengan pernyataan tersebut, Tito berharap pemerintah daerah tidak semata-mata terpaku pada efisiensi angka, tetapi juga mempertimbangkan aspek sosial-ekonomi dalam pengambilan keputusan anggaran. Ia mengajak seluruh kepala daerah untuk cermat dalam menyusun program kegiatan, agar tetap dapat mendukung pemulihan dan pertumbuhan ekonomi, termasuk melalui sektor hospitality yang kini tengah berjuang untuk bangkit. Dikutip dari detik.com