Sidang lanjutan ketiga dalam kasus salah tangkap empat terpidana pembunuhan di Soreang kembali digelar Selasa 18 Februari 2025 di Pengadilan Bale Bandung Bale Endah,dengan agenda mendengarkan keterangan ahli pidana.Namun tidak bisa hadir karena ada halangan.Tim kuasa hukum terdakwa, yang dipimpin oleh Herwanto, S.H., dengan anggota Daniel Michel, S.H., serta Kordi Hasugian, S.H.

Dalam sidang tersebut, majelis hakim memberikan kesempatan kepada kuasa hukum terdakwa untuk mengajukan kembali permohonan sidang di tempat pada sidang berikutnya. Selain itu, mereka juga diberikan izin untuk menghadirkan kembali ahli pidana karena berhalangan hadir, sidang yang dijadwalkan berlangsung minggu depan.

Dalam persidangan hari ini, tim kuasa hukum terdakwa menyampaikan permohonan agar sidang dilakukan langsung di tempat kejadian perkara (TKP). Menurut kuasa hukum, langkah ini diperlukan untuk mengungkap berbagai kejanggalan dalam kasus yang menjerat klien mereka.
“Kami sebenarnya sudah siap menghadirkan ahli pidana dalam sidang hari ini. Namun, karena ada kendala, ahli tersebut tidak bisa hadir. Meski demikian, kehadiran ahli hanya bersifat memperkuat argumen kami bahwa sidang di tempat perlu dilakukan,” ujar kuasa kuasa hukum.
Pengacara menyoroti berbagai kejanggalan dalam proses hukum yang berjalan, salah satunya adalah tidak adanya rekonstruksi di TKP sejak awal kasus ditangani oleh kepolisian hingga terdakwa divonis bersalah.
“Bagaimana bisa dalam perkara yang menyangkut hilangnya nyawa seseorang, tidak dilakukan rekonstruksi di TKP? Ini menjadi tanda tanya besar,” katanya.
Selain itu, ia juga mempertanyakan keterangan dua saksi yang menyebut melihat terdakwa melakukan pemukulan terhadap korban. Menurutnya, pada saat kejadian, bukan hanya empat orang yang berada di lokasi, melainkan lebih dari 10 orang.
“Jika saksi benar-benar berada di TKP dan berkata jujur, seharusnya mereka tidak hanya melihat empat orang terdakwa, tetapi juga lebih banyak orang lain di lokasi. Bahkan, ada saksi lain yang bisa membuktikan bahwa ada lebih banyak orang di sana,” tambahnya.
Lebih jauh, kuasa hukum juga mempertanyakan kesaksian salah satu saksi yang menyebut korban pergi mencari es kelapa muda pada pukul 01.00 dini hari.
“Kami ingin majelis hakim berpikir logis, apakah ada warung kelapa muda yang buka jam segitu? Berapa jumlah warung yang ada di sekitar TKP? Jika memang hanya ada satu warung dan ternyata warung tersebut tutup, bagaimana mungkin korban bisa pergi membeli es kelapa muda?” ucapnya.
Selain kesaksian yang dinilai janggal, kuasa hukum juga menyoroti kurangnya bukti forensik yang menguatkan keterlibatan terdakwa.
“Dalam kasus pidana, pelaku pasti meninggalkan jejak. Apakah itu DNA, sidik jari, keringat, atau darah. Tapi dalam kasus ini, tidak ada satupun bukti yang menguatkan keterlibatan empat terdakwa. Bagaimana bisa menghukum seseorang tanpa adanya alat bukti yang kuat?” tegasnya.
“Barang bukti yang diajukan hanyalah kemeja, celana, satu potong sarung golok, dan senter. Apa hubungannya barang-barang ini dengan pasal pengeroyokan yang dituduhkan kepada klien kami? Ini tidak masuk akal dan janggal,” tambahnya.
Kuasa hukum menegaskan bahwa keluarga terdakwa bukan menolak putusan hukum, melainkan ingin memastikan bahwa keadilan benar-benar ditegakkan.
“Jika memang klien kami adalah pelakunya, silakan dihukum. Tapi jika bukan, mengapa harus ada ketidakadilan? Keluarga mereka tidak akan ikhlas jika keadilan tidak ditegakkan,” tegasnya.
“Salah satu terdakwa bahkan kehilangan istrinya karena tekanan akibat kasus ini. Hakim harus memahami bahwa masyarakat mencari keadilan di pengadilan. Jika bukan di sini, lalu di mana lagi?” katanya.
“Kami meminta kepada Ketua Mahkamah Agung untuk meninjau kembali perkara ini dan memberikan kesempatan bagi terdakwa untuk mendapatkan keadilan. Jika ada penegak hukum yang berupaya menyembunyikan kebenaran, biarlah Tuhan yang membalas,” ujarnya.
Ia juga menantang jaksa untuk menghadirkan dua saksi yang memberikan keterangan janggal dalam persidangan.
“Dalam hukum pidana, bukti harus seterang cahaya. Kita tidak bisa menghukum orang tanpa kepastian hukum yang jelas. Oleh karena itu, kami berharap majelis hakim bisa mengabulkan permohonan ini demi tegaknya keadilan,” pungkasnya.(Aki)