Babakansari-Malam itu, langit Cipatik menggantungkan bintang-bintang yang malu-malu, seakan tahu ada ribuan doa yang sedang naik dari Kampung Babakan Sari. Minggu, 20 Juli 2025, bukan malam biasa. Di halaman Majelis Taklim Haddiyatul Mustofa, warga tumpah ruah, berkumpul untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW dalam suasana penuh kekhusyukan.
Tapi ada satu sosok yang membuat malam itu lebih dari sekadar seremoni keagamaan. Bukan hanya karena ia datang berseragam, melainkan karena kehadirannya terasa berbeda—hangat, penuh empati, dan menyentuh. Ia adalah AKP D.M.S. Andriani S., S.Pd, Kapolsek Cililin—seorang perempuan dengan perpaduan unik antara ketegasan dan kelembutan.

Dalam balutan seragam kepolisian yang mencerminkan tanggung jawab besar, Andriani bukan hanya hadir sebagai aparat negara, tapi juga sebagai manusia yang peduli. Ia tidak sekadar datang, memberi sambutan, lalu pulang. Ia duduk bersama warga, menyimak ceramah Habib Abdurahman Bin Abdullah B. Fakih dengan mata yang penuh perhatian. Ia menyalami ibu-ibu satu per satu, menunduk hormat pada para sesepuh kampung, dan mengangkat senyum kepada anak-anak yang berlari kecil di sekitar tenda acara.
Dalam sambutannya, Andriani mengingatkan pentingnya menjaga keamanan lingkungan. Tapi lebih dari itu, ia menyentuh sisi terdalam dari keresahan masyarakat: generasi muda yang mulai kehilangan arah, perempuan yang rentan menjadi korban kekerasan, dan anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan yang semakin kompleks.

“Saya ingin anak-anak kita tumbuh dengan rasa aman, dan itu bukan hanya tugas polisi, tapi kita semua. Kalau mereka tersesat, mari kita peluk, bukan malah kita jauhi,” katanya dengan suara yang menggetarkan hati.
Ucapan itu tidak lahir dari teks sambutan yang formal. Ia bicara karena pernah menyaksikan sendiri seorang remaja perempuan yang kehilangan masa depan karena pergaulan bebas. Ia pernah menangis diam-diam saat menenangkan seorang ibu yang anaknya terlibat narkoba. Dan malam itu, di tengah kerumunan warga Cipatik, ia ingin memastikan satu hal: “Polisi bukan hanya hadir saat ada masalah. Kami ingin menjadi bagian dari solusi.”
Di sampingnya, Aiptu Sukara, Bhabinkamtibmas Desa Cipatik, menyaksikan perubahan yang perlahan namun nyata. “Dulu, kalau polisi datang, orang sembunyi. Sekarang, mereka malah mengajak ngobrol. Ini karena Bu Andriani bukan hanya memberi perintah, tapi memberi teladan,” ujarnya.
Tabligh Akbar itu selesai menjelang tengah malam, tapi gema pesan moral dan kehangatan yang ditinggalkan AKP Andriani masih terasa. Di balik seragam, ternyata ada hati yang terus bekerja, memeluk keresahan warganya dengan cara yang mungkin tak semua orang lihat.
Malam itu bukan hanya milik doa dan dzikir. Ia juga milik mereka yang diam-diam terus berjuang untuk menjaga kedamaian, bukan dengan senjata, tapi dengan kehadiran yang tulus. Seperti AKP Andriani, perempuan di garis depan yang membawa wajah baru kepolisian: lebih mendengar, lebih dekat, dan lebih manusiawi. (Nuka)