Kecamatan Cihampelas – 24 Juli 2025 Dalam pertemuan lintas lembaga yang digelar belum lama ini, pemerintah daerah, dinas koperasi, mitra strategis seperti BNI dan PT Pos, serta perwakilan desa membahas langkah konkret penguatan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP). Acara ini tidak hanya menandai babak baru bagi upaya pemberdayaan ekonomi lokal, tetapi juga membuka ruang refleksi atas peran koperasi sebagai pilar pembangunan jangka panjang di tingkat desa.

KDMP: Antara Gagasan Besar dan Langkah Sederhana
Sambutan dari Kepala Bidang (Kabid) Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Bandung Barat membuka pertemuan dengan penekanan bahwa KDMP diharapkan menjadi motor penggerak ekonomi desa berbasis partisipasi. “Yang besar itu biasanya dimulai dari yang kecil, tapi tidak akan besar sebelum dimulai,” ujarnya, menggarisbawahi pentingnya keberanian memulai dari langkah sederhana.

Dengan SK (Surat Keputusan) sebagai dasar legalitas, KDMP kini dapat membuat Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan MIB untuk membuka jalan bagi kemitraan strategis lintas sektor. Di beberapa desa seperti Ciharashas dan Cikole, koperasi sudah mulai beroperasi, menjadi model awal yang bisa direplikasi oleh desa lain.
Namun, tantangan tetap nyata. Salah satunya adalah rekrutmen anggota. Jumlah anggota menentukan skala usaha, efisiensi operasional, dan daya tawar koperasi. Seperti dikatakan dalam diskusi, “Tantangan ke depan merekrut anggota sebanyak-banyaknya sehingga KDMP bisa bergulir aktivitasnya.”
Kerangka Regulasi: PMK No. 49 Tahun 2025 dan Debat Logika Dana Desa
Salah satu poin penting yang dibahas adalah terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 49 Tahun 2025, yang memungkinkan KDMP memperoleh pinjaman hingga Rp3 miliar dengan bunga rendah dan tenor panjang. Dalam regulasi ini, disebutkan bahwa Dana Desa bisa digunakan untuk membayar angsuran pinjaman koperasi, selama ada persetujuan musyawarah desa.
Namun pendekatan ini menuai respons kritis dari Kabid Dinas Koperasi, “Sebetulnya tidak logis karena seharusnya koperasilah yang bertanggung jawab atas pinjaman, bukan anggaran desa.” Pernyataan ini mencerminkan kekhawatiran akan potensi ketergantungan dan moral hazard jika koperasi tidak menjalankan prinsip kemandirian ekonomi.
Kemitraan Strategis: BNI dan PT Pos Ambil Bagian
Dalam pertemuan yang sama, BNI dan PT Pos Indonesia hadir memaparkan peluang kemitraan yang berpotensi mendongkrak kapasitas KDMP. Dari BNI, Pak Cepi menjelaskan bahwa inisiatif ini bagian dari mandat nasional, “Presiden Prabowo meminta kepada BNI untuk menjadi mitra KDMP.” Kerja sama awal dimulai dengan pembukaan rekening Taplus Bisnis non-perorangan dengan saldo awal Rp1 juta, yang dapat ditarik kembali.

BNI menawarkan skema keagenan Agen46, yang memungkinkan KDMP melayani transaksi keuangan 24 jam seperti pembukaan rekening, pembelian pulsa, pembayaran listrik, cicilan multifinance, hingga tarik tunai. Tidak hanya itu, BNI juga menjanjikan pelatihan daring serta kelas berbagi pengalaman dari agen sukses. Super Agen bahkan bisa membina downline, membuka peluang untuk menciptakan passive income koperasi.
Sementara itu, PT Pos, melalui Bapak Adison, menawarkan KDMP menjadi mitra logistik. Dengan menggandeng KDMP sebagai agen Pos Pay, koperasi bisa menjadi perpanjangan tangan pengiriman marketplace seperti Shopee, Tokopedia, dan Lazada, sekaligus menyediakan layanan PPOB untuk pembayaran telepon, listrik, hingga PBB. Menariknya, semua bisa dimulai hanya dengan modal smartphone Android.
“Jika UMKM desa memproduksi barang untuk dijual, KDMP bisa menjadi mitra pengiriman dan memperoleh fee,” ungkap Adison. Ini menjadi peluang konkrit untuk membangun rantai pasok lokal berbasis koperasi.
Menjawab Tantangan: Membangun Kemandirian dan Tata Kelola
Diskusi akhir pertemuan menyoroti urgensi tata kelola dan keberlanjutan. Dinas koperasi menegaskan perlunya sertifikasi pengurus dan pengawasan rutin sebagai syarat agar koperasi tidak hanya formalitas. “Sebetulnya untuk memulai KDMP ini bisa mencontoh dari yang sudah berjalan, bahkan hanya dengan 40 anggota,” ujar Kabid.
Lebih lanjut, ia menyampaikan kekhawatiran bahwa sebagian besar pihak lebih sibuk memikirkan skema pinjaman daripada menciptakan unit usaha produktif. Padahal, menurutnya, “Kita sebagai KDMP tidak sendiri… banyak pihak akan membantu jalan keluar setiap kesulitan.”

Model usaha yang diusulkan pun cukup beragam, mulai dari pertanian (padi, pupuk, peternakan), hingga pengelolaan gudang sembako dan apotek, yang sesuai dengan kebutuhan lokal dan minim risiko tinggi.
Dampak Jangka Panjang: Masyarakat, Politik, dan Ekonomi Desa
Secara strategis, keberadaan KDMP tidak hanya menyentuh aspek ekonomi, namun juga politik lokal. “Untuk tahun 2027, KDMP akan menjadi Indeks Kepuasan Masyarakat dalam pemilihan kepala desa yang berprestasi,” kata Kabid. Artinya, performa koperasi bisa menjadi indikator keberhasilan kepemimpinan desa, sebuah mekanisme akuntabilitas yang layak dicermati.
Jika berjalan optimal, KDMP berpotensi menjadi model pemberdayaan masyarakat berbasis koperasi yang mampu menyerap tenaga kerja, memperkuat ekonomi lokal, dan mengurangi ketimpangan desa-kota. Kolaborasi dengan mitra seperti BNI dan PT Pos mempercepat proses ini melalui teknologi, jejaring logistik, dan akses keuangan formal.
Namun demikian, keberhasilan KDMP sangat tergantung pada konsistensi pengawasan, sinergi regulasi antar kelembagaan daerah, serta kualitas kepemimpinan lokal dalam memobilisasi sumber daya dan membangun kepercayaan masyarakat.






















Kesimpulan
Pertemuan dan serah terima Surat Keputusan Koperasi Desa Merah Putih ini kepada Desa menjadi bukti bahwa upaya mendorong kemandirian ekonomi desa bukan sekadar retorika. Lewat regulasi baru, kemitraan strategis, dan dukungan multilevel, KDMP berpeluang menjelma menjadi infrastruktur sosial-ekonomi desa yang tangguh. Tapi, seperti disampaikan dalam pertemuan, “tidak akan besar sebelum dimulai.” Langkah awal dan komitmen bersama adalah kunci dari perubahan yang berkelanjutan.(Nuka)