Coklat Kita Silaturahmi Di Bongas Cililin, Menaikkan Budaya dan Kearifan Lokal, Bersama Ohang dan Aep Bancet

Bandung Barat Bangun Desa Nasional UMKM

CILILIN, 4 Agustus 2025 — Desa Bongas, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat, menjadi panggung utama bagi program Coklat Kita Silaturahmi, inisiatif tahunan dari Coklat Kita dan melalui tim “ Coklat Kita”. Tidak sekadar seremoni budaya, kegiatan ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang dalam revitalisasi kearifan lokal, penguatan jaringan sosial komunitas, dan pemberdayaan ekonomi mikro masyarakat pedesaan.

Dihadiri oleh berbagai unsur masyarakat, mulai dari Duta Coklat Kang Ohang dan Kang Aep Bancet, perangkat desa, Karang Taruna, Babinsa dan Bhabinkamtibmas, hingga pelaku UMKM lokal, program ini memadukan unsur hiburan, pelestarian budaya, edukasi, dan gotong royong dalam satu kemasan terpadu.

“Untuk tahun ini kami memilih Cililin karena potensi daerahnya yang kaya akan budaya lokal dan masyarakatnya yang sangat antusias dalam menjaga silaturahmi,” ujar Farid, perwakilan tim Coklat Kita.

Strategi “Silaturahmi” sebagai Pendekatan Sosial

Program ini bukan sekadar hiburan keliling, melainkan alat diplomasi sosial berbasis budaya. Dengan mengedepankan pendekatan silaturahmi, Coklat Kita membangun hubungan emosional dengan masyarakat secara langsung, bukan sekadar menggelar acara dan meninggalkan jejak sesaat.

“Kami ingin hadir sebagai kerabat, bukan hanya penyelenggara acara,” tegas Farid.

Pendekatan ini memperlihatkan strategi soft engagement korporasi dalam mengakses komunitas akar rumput tanpa menciptakan kesan dominasi. Alih-alih hadir dengan pendekatan birokratis, Coklat Kita justru mendahulukan hubungan informal dan dialog sosial.

oplus_0

Menghidupkan Kembali Budaya yang Terpinggirkan

Beragam kegiatan yang ditampilkan dalam acara ini menjadi gambaran konkret upaya pelestarian budaya lokal. Mulai dari pentas kesenian daerah seperti tarian Sunda, pencak silat, hingga pertunjukan dangdut, program ini menyuguhkan kekayaan budaya yang nyaris tak lagi mendapat tempat dalam kehidupan modern masyarakat pedesaan.

Selain itu, pertandingan tradisional seperti tarik tambang, galah asin, dan pertandingan voli antar Karang Taruna dan tim Coklat Kita memperkuat nilai partisipasi warga. Gotong royong dalam aksi bersih-bersih desa turut menegaskan kembali pentingnya solidaritas sosial.

oplus_0

“Melalui program ini, kami juga ingin memberikan dukungan terhadap kebutuhan masyarakat di wilayah tersebut,” ujar Farid.

Patut diapresiasi kehadiran pihak swasta yang memiliki kesadaran akan pentingnya pelestarian menjadi elemen krusial. Coklat Kita, lewat program ini, memposisikan diri bukan hanya sebagai sponsor kegiatan, tetapi juga sebagai mediator antar-generasi dan penjaga nilai-nilai budaya lokal.

oplus_0

Pemberdayaan UMKM: Ekonomi Mikro sebagai Pilar

Dalam kegiatan tersebut, puluhan tenda UMKM lokal turut serta menawarkan beragam produk khas Jawa Barat seperti seblak, cireng, krupuk aci, bakso, dimsum, hingga tutut dan makanan lainnya. Aktivitas ini tidak hanya meramaikan suasana, tetapi juga memberi peluang ekonomi bagi pelaku usaha kecil.

Keterlibatan UMKM dalam acara ini mengindikasikan bahwa pelestarian budaya dan penguatan ekonomi mikro dapat berjalan beriringan. Format acara yang terbuka dan partisipatif menciptakan pasar temporer yang hidup, menjadi tempat berinteraksi antara produk lokal dan konsumen langsung.

Potensi dampaknya tak hanya bersifat sesaat, tetapi juga menciptakan ekosistem lokal yang lebih kuat: di mana seni, ekonomi, dan solidaritas tumbuh bersama sebagai fondasi pembangunan berkelanjutan dari desa.

oplus_0

Implikasi Jangka Panjang: Replikasi dan Relevansi

Salah satu keunikan pendekatan Coklat Kita adalah tidak adanya pola baku dalam pemilihan lokasi. Program serupa direncanakan akan hadir di wilayah lain, seperti Cikalong, tetapi prosesnya ditentukan bukan semata berdasarkan administratif atau proposal, melainkan relasi sosial yang telah terbangun.

“Kami selalu mengutamakan pendekatan sosial terlebih dahulu, bukan sekadar aspek administratif,” kata Farid.

Strategi ini membuka ruang partisipasi masyarakat secara alami, bukan karena dorongan struktural. Jika direplikasi secara konsisten, pola ini dapat menjadi model baru pendekatan pembangunan berbasis budaya yang lebih humanistik dan berkelanjutan.

oplus_0

Kritik dan Peluang

Meski patut diapresiasi, program ini tetap menimbulkan pertanyaan seputar keberlanjutan pasca-acara. Apakah semangat yang ditumbuhkan dalam sehari mampu terus hidup di hari-hari berikutnya? Apakah dukungan terhadap UMKM lokal dan pelestarian budaya akan tetap diberikan ketika panggung telah dibongkar?

Pemerintah daerah dan komunitas lokal seyogianya mengambil momen ini sebagai titik tolak, bukan tujuan akhir. Kolaborasi dengan sektor swasta semestinya dijadikan pintu pembuka menuju pembinaan yang lebih dalam, bukan sekadar penampilan tahunan yang viral sesaat.

Sebagai contoh, perlu ada upaya lanjutan dalam bentuk pelatihan seni dan wirausaha bagi warga, dokumentasi digital kesenian lokal, atau pendampingan UMKM secara berkelanjutan oleh mitra CSR.

oplus_0
oplus_0

Penutup

Program Coklat Kita Silaturahmi tahun ini di Desa Bongas bukan hanya sekadar kegiatan kebudayaan, melainkan manifestasi strategi sosial Coklat Kita yang melihat desa sebagai pusat dinamika budaya, ekonomi, dan solidaritas. Di tengah arus globalisasi dan urbanisasi, pendekatan seperti ini menjadi relevan untuk merajut kembali akar-akar kebangsaan dari pinggiran.

Jika dijaga konsistensinya dan didorong keterlibatan aktif dari pemerintah serta komunitas lokal, acara seperti ini bisa menjadi pengungkit perubahan sosial yang bermakna, dari panggung desa, menuju panggung nasional. (Nuka)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *