Ngamprah, 6 Agustus 2025 – Kunjungan Anggota DPR RI Komisi IV, Rajiv, ke SDN Karyalaksana, Kabupaten Bandung Barat, dalam rangka penyerahan bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) berakhir kontroversial. Usai membagikan bantuan kepada 81 siswa, Rajiv menolak memberikan keterangan kepada wartawan dan langsung meninggalkan lokasi.
Bantuan PIP Ternoda Isu Pemotongan Dana
Dalam acara yang digelar di ruang kelas sekolah, Rajiv menyerahkan bantuan PIP kepada 81 siswa dari kelas 1 hingga 6. Namun, dari jumlah tersebut hanya sekitar 20 siswa yang hadir menerima bantuan secara simbolis.
Kepala sekolah dalam sambutannya menyampaikan keresahan terkait isu yang beredar sebelumnya.
“Bukan kami tidak butuh bantuan, tetapi mohon jangan sampai mencoreng nama baik sekolah,” ucap kepala sekolah.
Sebelumnya, beredar isu tidak sedap mengenai adanya pemotongan dana PIP. Bahkan, muncul tuduhan bahwa stempel dan tanda tangan kepala sekolah dipalsukan oleh oknum dari tim pemenangan Rajiv yang kini telah dibubarkan.
“Orang tua langsung ke bank, uang tidak pernah masuk ke sekolah. Tetapi nama sekolah menjadi buruk di mata masyarakat,” tambah kepala sekolah.
Rajiv Tepis Isu Pemotongan Dana
Menanggapi isu tersebut, Rajiv menegaskan bahwa semua bantuan dari aspirasinya tidak boleh dipotong atau dikenai pungutan dalam bentuk apa pun.
“Kalau ada yang memungut atau memotong bantuan, laporkan ke polisi. Tim pemenangan yang lama sudah saya bubarkan,” tegas Rajiv dalam sambutannya.
Rajiv mengaku sempat kapok memberikan bantuan setelah mendengar ada oknum yang memanfaatkan program tersebut. “Tahun lalu saya kapok karena ada pungutan. Ini bukan perintah saya atau tim saya,” jelasnya.
Bantuan PIP yang disalurkan kali ini sebesar Rp225.000 untuk siswa kelas 1, dan Rp450.000 untuk siswa kelas 2-6. Dana tersebut seharusnya langsung masuk ke rekening orang tua siswa melalui bank penyalur.
Oknum Tim Diduga Terlibat
Operator sekolah mengungkap bahwa selama ini ada oknum dari tim yang mengatur alur bantuan tanpa koordinasi dengan pihak sekolah. Mulai dari membuat grup WhatsApp penerima, mengawal pencairan, menunggu di ATM, hingga meminta fotokopi KK dan KTP dengan mendatangi rumah warga.
“Kejadian ini terjadi pada tahun lalu. Oknum dari Tim bergerak mendatangi orang tua murid secara door to door, padahal data siswa sudah lengkap di sekolah. Seharusnya kalau mau data, datang saja ke sekolah dan berkoordinasi langsung dengan kepala sekolah,” tegasnya.
Penolakan Wawancara Menuai Kritik
Para wartawan dari berbagai media lokal Bandung Barat yang telah menunggu sejak pagi berharap dapat mengonfirmasi langsung kepada Rajiv terkait polemik bantuan dan klarifikasi resmi atas isu pemotongan dana.
Namun, alih-alih memberikan keterangan, Rajiv memilih langsung meninggalkan lokasi tanpa memberikan pernyataan apa pun kepada media. Tidak ada sesi doorstop atau konfirmasi tambahan.
Sikap ini menuai kekecewaan dari kalangan media. “Jurnalis bukan musuh, tetapi mitra demokrasi. Menolak wawancara setelah acara publik adalah sikap yang disayangkan,” kata salah seorang wartawan.
Urgensi Keterbukaan dalam Demokrasi
Dalam sistem demokrasi, wakil rakyat seharusnya terbuka terhadap pertanyaan dan kritik, termasuk dari media massa. Menolak wawancara tanpa alasan yang jelas justru memberikan kesan menutup diri dan menghindari akuntabilitas publik.
Masyarakat berhak mengetahui kebenaran yang terjadi, termasuk terkait bantuan pemerintah yang disalurkan melalui aspirasi anggota DPR. Jika memang terdapat oknum yang mencoreng program ini, media massa merupakan saluran yang tepat untuk memberikan klarifikasi dan penjelasan kepada publik.
Bantuan PIP yang diberikan seharusnya menjadi jembatan komunikasi antara wakil rakyat dan masyarakat. Namun, jika komunikasi publik terputus akibat sikap tertutup terhadap media, kepercayaan publik pun dapat terancam. (Red)