Kabupaten Bandung Barat, 11 Agustus 2025 — Penyaluran bantuan pangan dari Perum Bulog di Desa Bojong Koneng bukan sekadar distribusi rutin, melainkan cerminan dari transformasi besar-besaran sistem kesejahteraan sosial Indonesia dan kepemimpinan kolaboratif di tingkat grassroot yang layak menjadi rujukan nasional.
Desa Bojong Koneng, dipimpin oleh Kepala Desa Tarmaya, berhasil menyalurkan bantuan pangan kepada 1.170 penerima manfaat dengan mekanisme yang mencerminkan nilai-nilai gotong royong tradisional sekaligus adopsi teknologi modern. Program ini merupakan bagian dari skema nasional yang diperluas oleh pemerintah, dimana bantuan sosial beras telah diperpanjang hingga enam bulan pada 2025, menunjukkan komitmen jangka panjang pemerintah dalam menjaga ketahanan pangan rakyat.

Kepemimpinan Partisipatif: Dari Elite hingga Basis Sosial
Yang menarik dari implementasi di Bojong Koneng adalah model kepemimpinan yang tidak hierarkis. Ketua RW 10, kasi pemerintahan, dan Kepala Desa Tarmaya, bersama Mang Ulan sebagai Kepala Dusun, tidak segan menurunkan beras bantuan dari truk ke gudang penyimpanan secara bergotong royong bersama warga dan perangkat desa lainnya.
Tindakan sederhana ini memiliki signifikansi strategis yang mendalam. Dalam konteks polarisasi sosial yang semakin menguat di berbagai daerah, kepemimpinan partisipatif semacam ini menjadi modal sosial yang tidak ternilai untuk membangun kohesi dan legitimasi program pemerintah di tingkat lokal.

Lebih dari itu, kepedulian personal Kepala Desa Tarmaya yang secara khusus mengantarkan bantuan beras kepada keluarga Poningrat yang anaknya tuna netra di Kampung Cilangari menunjukkan dimensi humanis kepemimpinan yang sering terabaikan dalam birokrasi modern. Model ini sejalan dengan konsep “servant leadership” yang dianggap ideal dalam tata kelola pemerintahan yang responsif.
Transformasi Sistem DTSEN: Efisiensi vs Akurasi Data
Program bantuan pangan di Bojong Koneng merupakan salah satu implementasi awal dari transformasi besar-besaran sistem data kesejahteraan sosial Indonesia. DTSEN (Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional) resmi menggantikan DTKS melalui Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2025 yang berlaku sejak 5 Februari 2025, dengan tujuan membuat penyaluran bantuan sosial “lebih tepat sasaran, transparan” dibanding sistem sebelumnya.

Ketua Desa Siaga Bojong Koneng, RE Daniel Budiansyah, menjelaskan bahwa kriteria penerima bantuan menggunakan indikator konkret: rumah tangga yang tidak memiliki kulkas, kendaraan, dan terdaftar dalam Data Kesejahteraan Sosial. Pendekatan ini mencerminkan upaya untuk menghindari kebocoran yang selama ini menjadi masalah kronis program bantuan sosial.
Namun, optimisme terhadap sistem baru ini perlu diimbangi dengan realisme. Pengalaman di berbagai daerah lain menunjukkan tantangan dalam sinkronisasi data pusat dengan kondisi lapangan. Operator SIKS-NG di desa tersebut mengakui bahwa “memang masih ada beberapa data yang belum sepenuhnya sesuai”, mengindikasikan bahwa validitas data masih memerlukan penyempurnaan berkelanjutan.
Implikasi Strategis Jangka Panjang
- Penguatan Ekosistem Digital Desa
Transformasi dari distribusi melalui PT Pos ke penyaluran langsung di desa mengindikasikan investasi jangka panjang pemerintah dalam infrastruktur digital pedesaan. Hal ini tidak hanya meningkatkan efisiensi logistik, tetapi juga membangun kapasitas kelembagaan desa dalam mengelola program-program strategis. - Legitimasi Politik dan Kohesi Sosial
Respons positif masyarakat terhadap program ini – “mereka senang dan merasa terbantu” – memiliki nilai strategis dalam membangun kepercayaan publik terhadap institusi pemerintah. Dalam konteks tantangan global dan domestik yang semakin kompleks, legitimasi politik yang kuat menjadi fondasi penting bagi stabilitas governance. - Antisipasi Risiko Sistemik
Meski program berjalan lancar, tantangan tetap ada. Masalah penjualan kembali beras bantuan yang ditemukan di beberapa daerah menunjukkan perlunya mekanisme monitoring yang lebih ketat dan edukasi kepada penerima manfaat tentang tujuan program.
Proyeksi dan Rekomendasi
Model implementasi di Bojong Koneng dapat menjadi best practice untuk desa-desa lain, dengan beberapa faktor kunci: kepemimpinan kolaboratif, integrasi sistem digital, dan pendekatan humanis dalam pelayanan publik. Namun, suksesnya replikasi model ini akan sangat bergantung pada kualitas kepemimpinan lokal dan kapasitas infrastruktural masing-masing daerah.
Dalam jangka panjang, investasi pada pelatihan operator desa, penyempurnaan sistem DTSEN, dan penguatan monitoring akan menentukan sustain ability program bantuan sosial sebagai instrumen strategis ketahanan sosial nasional.
Program bantuan pangan di Bojong Koneng bukan hanya soal distribusi beras, melainkan ujian bagi kemampuan negara dalam menghadirkan solusi yang efisien, adil, dan berkelanjutan bagi rakyatnya. Keberhasilannya menjadi sinyal positif bahwa dengan kepemimpinan yang tepat dan sistem yang baik, transformasi menuju tata kelola yang lebih baik adalah mungkin untuk diwujudkan.(Nuka)