ASEP ISMAIL: Birokrat Religius Di Pangung Politik Daerah

Bandung Barat Blog Nasional

Dari lorong-lorong birokrasi Kementerian Agama hingga kursi kekuasaan eksekutif daerah, Asep Ismail menempuh jalan panjang yang penuh disiplin, integritas, dan dedikasi. Kini, sebagai Wakil Bupati Bandung Barat periode 2025–2030, ia mengemban amanah untuk membawa perubahan yang bermakna bagi masyarakat.

Mula dari Dunia Pendidikan dan Keagamaan

Lahir di Bandung pada 4 April 1965, Asep Ismail tumbuh dalam lingkungan yang sarat nilai-nilai religius dan tradisi intelektual Islam. Sejak muda, ia menunjukkan ketertarikan pada bidang keagamaan dan pendidikan. Ketekunannya mengantarkannya ke bangku kuliah di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Gunung Djati Bandung, tempat ia menyelesaikan studi sarjananya. Di lembaga ini, Asep tidak hanya mempelajari ilmu agama, tetapi juga memperkuat pandangan hidup berbasis nilai dan etika dalam pelayanan publik.

Tak berhenti di jenjang sarjana, ia melanjutkan pendidikan magister di Universitas Nurtanio Bandung, mengambil jurusan Administrasi Publik. Pendidikan formal ini memperlengkapinya dengan pemahaman teknokratis yang kelak menjadi fondasi penting dalam perjalanan kariernya sebagai birokrat.

Karier Birokrat: Melayani dengan Integritas

Selama lebih dari tiga dekade, Asep Ismail mengabdikan diri sebagai Aparatur Sipil Negara di lingkungan Kementerian Agama Republik Indonesia. Kariernya banyak dihabiskan dalam pelayanan keagamaan, pendidikan madrasah, hingga penyelenggaraan haji dan urusan umat beragama.

Prestasi dan dedikasi membawanya menjabat sebagai Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Bandung Barat pada 2013–2018. Dalam periode ini, ia dikenal sebagai pemimpin yang tegas, adil, dan dekat dengan masyarakat. Ia menaruh perhatian besar terhadap kualitas pendidikan madrasah, peningkatan kesejahteraan guru agama, dan penguatan lembaga keagamaan lokal.

Pada 2018, ia dipindahtugaskan sebagai Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Bandung, sebuah daerah dengan dinamika keagamaan yang beragam. Tiga tahun menjabat di sana memperluas wawasannya tentang pluralitas umat, sekaligus mengukuhkan reputasinya sebagai birokrat yang humanis dan komunikatif. Ia kembali ke Bandung Barat pada 2022, menjabat posisi yang sama hingga resmi pensiun pada 1 Mei 2023.

Dalam setiap amanah yang diemban, Asep Ismail menunjukkan gaya kepemimpinan yang tenang, sistematis, dan berbasis dialog. Ia dikenal jarang membuat pernyataan kontroversial, namun selalu hadir secara nyata di tengah dinamika umat dan masyarakat.

Transisi ke Politik: Duet yang Tak Terduga

Meski dikenal sebagai birokrat murni, nama Asep Ismail mulai masuk radar politik lokal saat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Bandung Barat tahun 2024 mulai menghangat. Sejumlah tokoh menilai, sosok Asep layak menjadi figur transformatif yang mengisi kekosongan representasi tokoh keagamaan dalam kepemimpinan daerah.

Keputusan mengejutkan datang ketika ia diumumkan menjadi calon Wakil Bupati mendampingi Jeje Ritchie Ismail, sosok muda yang lebih dikenal sebagai musisi dan personel band Govinda. Duet ini pada awalnya dianggap kurang ideal oleh banyak pengamat, mengingat latar belakang yang sangat berbeda antara Jeje yang populer dan Asep yang birokratis. Namun publik melihat sesuatu yang berbeda.

Jeje-Asep, begitu pasangan ini dikenal, justru menarik simpati luas masyarakat. Kombinasi semangat muda dan pengalaman birokrasi menjadi daya tarik tersendiri. Mereka mengusung gagasan “Berbenah untuk Bandung Barat” dengan janji reformasi pelayanan publik, pemulihan ekonomi pasca-pandemi, serta penguatan nilai-nilai religius dan kebudayaan lokal.

Pada hari pemungutan suara, pasangan ini memperoleh 341.225 suara, mengungguli petahana Hengky Kurniawan. Ini menjadi sinyal bahwa masyarakat Bandung Barat menginginkan perubahan yang inklusif—antara modernitas dan religiusitas, antara inovasi dan tradisi.

Dari Birokrat ke Eksekutif: Tantangan dan Harapan Baru

Asep Ismail resmi dilantik sebagai Wakil Bupati Bandung Barat pada 20 Februari 2025. Ia berdiri berdampingan dengan Bupati Jeje Ritchie Ismail dalam upacara pelantikan serentak yang dilakukan oleh Presiden di Jakarta, bersamaan dengan 481 kepala daerah lainnya di Indonesia.

Sebagai orang nomor dua di pemerintahan Kabupaten Bandung Barat, Asep kini menghadapi tantangan yang jauh berbeda dari masa jabatannya di birokrasi. Ia tak hanya menjalankan kebijakan administratif, tetapi juga dituntut memainkan peran strategis dalam menentukan arah pembangunan daerah.

Dalam 100 hari pertama kepemimpinan, ia bersama Bupati Jeje menginisiasi sejumlah program prioritas: peningkatan pelayanan publik berbasis digital, percepatan pembangunan infrastruktur desa, serta penguatan kapasitas lembaga pendidikan Islam.

Asep juga ditugaskan memimpin gugus tugas pemantauan pendidikan keagamaan, memastikan setiap madrasah, pondok pesantren, dan lembaga dakwah di Bandung Barat berjalan secara transparan, profesional, dan menjawab tantangan zaman.

Kepemimpinan yang Merangkul Semua Kalangan

Keunikan dari gaya kepemimpinan Asep Ismail terletak pada kemampuannya menjembatani kelompok-kelompok yang kerap berseberangan: antara tokoh agama dan pelaku usaha, antara aparat birokrasi dan masyarakat sipil, bahkan antara generasi tua dan generasi muda.

Dalam banyak kesempatan, ia menekankan pentingnya membangun pemerintahan yang inklusif. “Kami tidak sedang mendirikan menara gading, tapi rumah besar bagi semua warga Bandung Barat,” ucapnya dalam salah satu forum Musrenbang.

Ia juga rajin menghadiri kegiatan lintas agama dan budaya. Momen Hari Raya Idul Fitri, Natal, Imlek, dan perayaan tradisional Sunda tak pernah ia lewatkan sebagai ruang silaturahmi dan penguatan persatuan. Kepiawaiannya berdialog dengan semua kalangan membuatnya dihormati sebagai tokoh pemersatu.

Kesederhanaan dan Keteladanan Sosial

Terlepas dari jabatannya, Asep tetap hidup dengan kesederhanaan. Ia tinggal di rumah pribadinya di wilayah Cihampelas, tak jauh dari pesantren tempat ia sering menjadi penceramah. Ia menghindari gaya hidup mewah, lebih memilih mendatangi masyarakat dengan berjalan kaki atau naik kendaraan pribadi biasa.

Dalam komunitas, ia tetap menjadi pembina berbagai majelis taklim, pengajian rutin, dan lembaga zakat. Kehadirannya bukan sebatas simbol, tetapi nyata dan menginspirasi. Banyak anak muda di Bandung Barat menyebut Asep sebagai “guru kehidupan” yang mampu menyeimbangkan karier, spiritualitas, dan tanggung jawab sosial.

Visi Masa Depan: Bandung Barat yang Tangguh dan Religius

Dalam arah kebijakan jangka panjang, Asep dan Bupati Jeje menargetkan Bandung Barat sebagai kabupaten religius-modern yang berbasis kemandirian ekonomi dan pendidikan bermutu. Mereka fokus pada lima prioritas pembangunan: pengurangan kemiskinan, peningkatan mutu pendidikan, pembangunan infrastruktur konektif, tata kelola pemerintahan yang transparan, serta penguatan ekonomi kreatif dan digital.

Bagi Asep, keberhasilan seorang pemimpin bukan diukur dari banyaknya program yang diluncurkan, melainkan dari dampaknya terhadap masyarakat bawah. Ia sering mengutip pepatah, “Kepemimpinan itu amanah, bukan anugerah.” Prinsip ini yang membentuk karakter kepemimpinannya.

Penutup: Sebuah Warisan Kepemimpinan

Asep Ismail, dalam segala kesederhanaannya, telah menorehkan jejak penting dalam sejarah Bandung Barat. Dari seorang ASN yang mengabdi dalam senyap, kini ia memainkan peran utama dalam panggung pembangunan daerah. Ia adalah contoh nyata bahwa birokrasi dan politik bukan dua kutub yang harus bertentangan, tetapi bisa saling menguatkan demi pelayanan publik yang lebih baik.

Dengan sisa waktu lima tahun masa jabatannya, publik menaruh harapan besar pada duet Jeje-Asep. Mereka diharapkan tidak hanya membenahi sistem, tetapi juga membangun semangat kolektif warga Bandung Barat untuk tumbuh bersama sebagai masyarakat yang tangguh, toleran, dan berdaya. (red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *