Lembang, Jawa Barat, 27 September 2025. – Di balik kesederhanaan rumahnya di Sadaherang, Subang, terdapat sosok yang tak pernah lelah berjuang untuk masa depan anak bangsa. Prof. Deden Lazuardi Aulia Kusumah, seorang ahli rekayasa genetika untuk pertanian dan peternakan, memiliki misi mulia: memastikan makanan yang dipersiapkan hari ini adalah fondasi kesehatan generasi penerus Indonesia.
Kisah perjalanan Prof. Deden dimulai dari masa kecil yang tak terduga. “Al kisah bermula dari Prof Deden ketika kecil terkena kotoran bebek yang kemudian diberi pesan oleh ibunya beliau bahwa nanti kehidupannya tidak terlepas dari itu,” ungkap narasumber dalam pertemuan ilmiah yang diselenggarakan baru-baru ini. Pesan sederhana sang ibu tersebut kini terbukti menjadi kenyataan – Prof. Deden bergelut dengan pupuk organik dan teknologi pertanian yang ramah lingkungan.

Perjalanan Akademis yang Menginspirasi
Alumni Universitas Islam Bandung (Unisba) yang kemudian melanjutkan pendidikan di Universitas Hokkaido, Jepang, ini kini menjabat sebagai Tim Ahli Gubernur bidang pangan Provinsi Bali. Keahliannya tidak hanya terbatas pada bidang pertanian – Prof. Deden bahkan pernah meraih juara pertama sebagai juru tes kopi dunia, menunjukkan dedikasi dan keunggulannya dalam berbagai aspek ketahanan pangan.
Lahir di Cisalak, Prof. Deden kini mengembangkan berbagai inovasi yang mencengangkan. Dari strawberry, timun, cabai, udang, tomat cherry, wortel, bawang, ayam, hingga kopi – semua dapat direkayasa menggunakan teknologinya. Salah satu terobosan uniknya adalah Pisang Kapendis, pisang yang ditanam dengan cara membalik bonggolnya, menghasilkan produktivitas yang luar biasa.
Integrasi Pertanian-Peternakan: Solusi Berkelanjutan
Limbah tanaman digunakan sebagai pakan ternak, sedangkan limbah ternak digunakan sebagai pupuk organik, bahkan sebagai bioenergy (biogas), konsep yang dikenal sebagai Bio-cyclo Farming ini menjadi inti dari filosofi Prof. Deden. Sistem terintegrasi ini tidak hanya mengurangi limbah, tetapi juga menciptakan siklus berkelanjutan yang menguntungkan petani dan lingkungan.
“Bakteri itu saling gontok-gontokan melawan satu sama lain itulah cikal bakal teori dari pupuk organik termasuk limbah kotoran hewan ternak itu adalah limbah yang bisa dibuat untuk pupuk organik yang sebetulnya sangat baik dibanding dengan pupuk anorganik,” jelas Prof. Deden dengan antusias.
Teknologi yang dikembangkannya memungkinkan percepatan pertumbuhan yang luar biasa namun tetap sehat. Ayam kampung yang biasanya membutuhkan waktu lama untuk tumbuh, dengan teknologi hidrokarbon dapat dipercepat 40-60 persen dalam 52 hari. “Berbeda dengan ayam kampung yang tumbuh secara alami,” tegasnya, menekankan pentingnya menjaga kualitas di atas kuantitas.

Revolusi Padi dan Ketahanan Pangan
Salah satu pencapaian mengagumkan Prof. Deden adalah pengembangan padi dengan masa panen hanya 70 hari. “Dengan aklimasi dan rekayasa teknologi, dimana tanah mempunyai unsur haranya itu bisa mempercepat panen,” ungkapnya. Inovasi ini dapat merevolusi ketahanan pangan Indonesia, mengingat padi merupakan makanan pokok sebagian besar masyarakat.
Tidak hanya mempercepat panen, Prof. Deden juga mengembangkan beras dengan kadar gula rendah yang dapat mencegah diabetes, kanker, dan Alzheimer. “Kadar gula di beras itu tinggi, ada juga beras yang rendah kadarnya dengan rekayasa teknologi kadar gulanya bisa berkurang dan masa panen bisa dipercepat,” jelasnya.
Kekayaan Alam Indonesia yang Terlupakan
Prof. Deden juga menyoroti potensi luar biasa Indonesia yang belum dimanfaatkan optimal. Ia menyebutkan Katokong dari Toraja, cabai terpedas di Indonesia dimana “dengan satu butir saja sama dengan level 5 rasa cabai yang lain.” Produk ini dapat menjadi solusi ketika harga cabai mengalami lonjakan.
Stevia, pengganti gula alami yang lebih sehat dari gula tebu, juga menjadi perhatiannya. “Cocok untuk yang diabetes,” ungkapnya, menunjukkan kepedulian terhadap kesehatan masyarakat.
Tantangan dan Harapan
Meski memiliki sumber daya alam yang melimpah, Prof. Deden mengakui Indonesia masih tertinggal dari segi teknologi. “Indonesia itu tidak ada bandingnya dalam sumber kekayaan alam, aneka tumbuhan, aneka peternakan, pertanian, subur tanahnya, iklim tropis yang paling cocok bagi pertanian. Akan tetapi bila dibandingkan dengan negara Jepang, Tunisia yang tanah dan alam tidak sebaik Indonesia mengapa hasil produksinya lebih baik, ini karena Indonesia sangat tertinggal dari teknologi.”
Sistem pertanian terpadu dapat meningkatkan kemampuan para petani dalam memproduksi pupuk organik dan kemudian dapat membudayakan pertanian organik, yang akan menghasilkan produk berkualitas tinggi dan higienis tanpa kontaminasi bahan kimia berbahaya.
Program MBG: Investasi Masa Depan Anak Bangsa
Program MBG (Makanan Bergizi Gratis) yang sedang dikembangkan bukan sekadar pemberian makanan, tetapi sistem terintegrasi yang memperhatikan seluruh rantai produksi. “Memberi makan bergizi gratis itu dalam pelaksanaannya tidak mudah, proses dari hulu ke hilir harus diperhatikan dengan cermat dan seksama. Bebas dari polutan, bebas dari zat berbahaya, bebas dari pengawet,” tegas Prof. Deden.
Pentingnya program ini tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan gizi, tetapi juga memastikan generasi penerus Indonesia tumbuh dengan asupan yang berkualitas. “Ibu hamil butuh klorofil buat anaknya pintar, oleh karenanya rekayasa tanaman hijau yang sehat janganlah mahal, jangan diawetkan harus alami,” ungkapnya dengan penuh semangat.
Visi Lima Pilar Pembangunan Pertanian
Prof. Deden merumuskan lima kesimpulan penting sebagai pilar pembangunan pertanian Indonesia:
- Pendukung standar beras dengan kadar gula rendah untuk mencegah kanker, Alzheimer, dan diabetes
- Budidaya pertanian skala kecil untuk pemenuhan gizi rumah tangga
- Pengolahan sampah akhir untuk didaur ulang menjadi pupuk
- Pengembangan vitamin ternak berkualitas tinggi
- Produksi pupuk organik yang ramah lingkungan
Penutup: Sederhana Teori, Kompleks Pelaksanaan
“Sederhana prosesnya, sederhana teorinya tapi pelaksanaan dan memulainya itu rumit,” ungkap Prof. Deden dengan rendah hati. Meski demikian, semangatnya untuk memajukan pertanian Indonesia tidak pernah surut. Dengan teknologi dan pola pikir terbuka, ia yakin Indonesia dapat mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan.
Kisah Prof. Deden Lazuardi Aulia Kusumah membuktikan bahwa dari hal yang tampak sepele – kotoran bebek di masa kecil – dapat lahir inovasi besar yang mengubah masa depan bangsa. Dedikasi dan visinya terhadap pertanian berkelanjutan menjadi harapan baru bagi Indonesia untuk mewujudkan kedaulatan pangan dan kesehatan generasi mendatang.
Artikel ini ditulis berdasarkan paparan Prof. Deden Lazuardi Aulia Kusumah dalam pertemuan ilmiah dengan tema “Makanan yang dipersiapkan hari ini adalah untuk masa depan anak bangsa” (aq-nk)