Desa Cigugur Girang Rayakan Milangkala ke-175: “Akur Sauyunan Makmur Kamasyur” Merajut Kebersamaan dan Identitas Budaya

Bandung Barat Bangun Desa

Kabupaten Bandung Barat – 19 September 2025. Desa Cigugur Girang tengah menyongsong usia ke-175 tahun dengan semangat gotong-royong dan pelestarian budaya lokal. Milangkala (ulang tahun desa) yang mengusung tema “Akur Sauyunan Makmur Kamasyur” menjadi panggung utama pertunjukan seni, pengembangan ekonomi rakyat, dan pemantapan identitas budaya Sunda yang humanis dan religius.

Tema & Tujuan

Tema “Akur Sauyunan Makmur Kamasyur” memilih makna mendalam: akur sebagai keharmonisan antar warga, sauyunan sebagai kerja bersama, makmur sebagai kesejahteraan, dan kamasyur sebagai keagungan atau kemaslahatan umum. Kepala Desa Cigugurgirang, Priyana, S.E., M.IP., menyatakan bahwa lewat tema ini, pihak desa berharap acara bukan sekadar seremoni, melainkan “menjaga nilai-nilai agama” dan menguatkan budaya Sunda di tengah perubahan zaman. Terlebih akan dilaksanakan istighosah, salawatan dan takbir akbar bersama Aa Gym dari pondok pesantren Daarut Tauhid yang juga merupakan warga Cigugurgirang.

Rangkaian Kesenian dan Budaya Lokal

Dalam perayaan selama tiga hari, beragam pementasan kesenian tradisional dihadirkan sebagai wujud kecintaan pada kearifan lokal.

“Menampilkan kesenian daerah kearifan lokal sunda; Paguyuban Galuh pusaka Cigugurgirang; Pop Sunda dangdut MN 12; Jagad kelana; Lingkung Seni Medal Kahuripan; Lingkung seni cakar buana; … Lingkung seni kombinasi medal putra muda.”

Beberapa seni yang ditampilkan termasuk kuda lumping, barongsai, sisingaan, dan juga tarian jaipongan. Selain hiburan, adanya kompetisi budaya dan pertunjukan seni dari berbagai pelosok desa. Ditengah acara hadir Finalis Mojang Jajaka, Kabupaten Bandung Barat mewakili Kecamatan Parongpong yaitu Danella Jacinda yang sempat pose foto bersama Kepala Desa.

Legalitas dan Dukungan untuk Pelaku Seni Lokal

Salah satu momen penting adalah ketika Kepala Desa menyerahkan Surat Keputusan Desa kepada ke beberapa kelompok seni (lingkung seni) sebagai bentuk pengakuan resmi. Kelompok yang menerima antara lain: Cakar Buana, Pusaka Sauyunan, Buyut Sunda, dan Putra Sabilulungan. Kepala Desa berharap bahwa legalisasi ini membuka pintu bagi dukungan anggaran desa untuk kegiatan mereka ke depan, sehingga seni budaya tidak hanya hidup lewat pertunjukan, tapi juga memiliki fondasi kelembagaan.

Partisipasi Warga dan Usaha Lokal

Tak kalah menarik, ribuan warga ikut merajut kebersamaan melalui stan-stan UMKM, kuliner, dan kerajinan tangan. Naskah kerangka menyebutkan sekitar 150 penjual UMKM turut serta, termasuk kerajinan anyaman bambu. Anyam bambu itu bahkan memuat gambar naga yang digenggam oleh Garuda—simbol kultural dan identitas bangsa yang diolah secara artistik oleh pemuda desa.

Stand makanan lokal seperti seblak, kerajinan tangan, sosis, burger, hingga makanan tradisional, muncul di‐arena pasar desa, menciptakan suasana ramai dan meriah. Anak-anak juga memiliki arena permainan, dan panitia menyiapkan fasilitas keselamatan seperti ambulans.

Keamanan dan Keteraturan

Acara yang digelar di lapangan desa itu dikawal oleh aparat keamanan, khususnya Bhabinkamtibmas Brigadir Polisi Kepala Rizwan. Ia menegaskan bahwa keamanan dan kondusivitas menjadi prioritas selama acara berlangsung. Kehadiran polisi setempat dan koordinasi dengan Babinsa serta panitia memastikan warga bisa menikmati acara dengan nyaman dan aman.

Antusiasme dan Harapan Panitia

Ketua panitia, Yuli Yandi, menyatakan rasa puas atas respon masyarakat terhadap undangan dan keterlibatan dalam rangkaian acara. Menurutnya, melalui kegiatan budaya seperti ini, ada peluang nyata untuk meningkatkan pendapatan lokal, memperkuat ikatan sosial, dan menjaga warisan budaya agar tidak pudar tergerus oleh arus modernitas.

Kepala Desa Priyana juga berharap bahwa dengan dukungan legal dan regulasi desa, kelompok seni yang telah mendapat SK bisa mengakses bantuan dana desa atau sumber pendanaan resmi lainnya sehingga eksistensinya lebih terjamin.
“Kami ingin Milangkala tahun ini lebih terasa dan benar-benar menjadi milik seluruh warga Cigugur Girang,” ungkapnya dalam beberapa keterangannya.

Suasana: Kebersamaan, Warna, Musik, dan Simbol

Di lapangan, suasana penuh warna. Umbul-umbul merah putih berkibar di sepanjang area, bendera nasional terpancang sebagai simbol kebanggaan. Musik lokal mengiringi, dengan penampilan seperti band Fily Kurcaci, musik tanjidor, dangdut dan malamnya pagelaran wayang golek yang merupakan ciri khas budaya Sunda paling lama. Anak-anak tertawa di arena permainan, aroma kuliner khas menyengat hidung, kerumunan orang menelusuri stan UMKM, semua bergerak dalam satu ritme: rasa milik bersama.

Konteks Lebih Luas dan Kesinambungan

Perayaan Milangkala Desa Cigugurgirang bukan hanya rutinitas tahunan, tetapi bagian dari tradisi panjang yang telah ada sejak usia desa sekitar mau ke dua abad ini. Sumber lain menyebut bahwa pada Milangkala ke-174, desa ini juga semarak dengan lomba olahraga, kreasi seni, senam, hingga karnaval. Perayaan tahunan seperti ini telah menjadi momen bukan hanya untuk hiburan, melainkan untuk evaluasi terhadap bagaimana desa melayani warganya, memfasilitasi aspirasi budaya, dan menginspirasi generasi penerus untuk menghargai akar budaya mereka.

Dengan legalisasi untuk beberapa kelompok seni, keterlibatan UMKM, dan tema yang kuat, Milangkala ke-175 Cigugurgirang tampak bukan sekadar melihat ke belakang, tetapi menatap masa depan dengan optimisme dan tanggung jawab.

Kesimpulan

Perayaan Milangkala ke-175 Desa Cigugurgirang mengangkat nilai kebersamaan, pelestarian budaya, dan pemberdayaan warga. Acara ini menjadi pengikat antara generasi tua dan muda, antara tradisi dan modernitas. Melalui legalisasi kelompok seni, dukungan pemerintah desa, dan keterlibatan aktif masyarakat, harapan tumbuh bahwa warisan budaya Sunda tetap lestari, peluang ekonomi desa makin terbuka, dan desa menjadi tempat di mana setiap orang, tua muda, beragam latar belakang, merasa memiliki.

Semoga semangat “Akur Sauyunan Makmur Kamasyur” tidak hanya jadi tema, tetapi tercermin dalam tiap tarian, anyaman, tawa anak-anak, dan langkah warga yang bergotong-royong. (aq-nk)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *