Desa Cikole Bentuk Relawan Tanggap Bencana, Perkuat Kesiapsiagaan di Kawasan Rawan Sesar Lembang

Bandung Barat Bangun Desa Nasional

Lembang, Bandung Barat – 4 September 2025 – Upaya pencegahan dan penanggulangan bencana kini semakin diperkuat di Desa Cikole, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Dalam sebuah pertemuan resmi yang dihadiri perangkat desa, Babinsa, Bhabinkamtibmas, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), serta elemen masyarakat, Desa Cikole membentuk struktur organisasi relawan Desa Tanggap Bencana (Destana).

Langkah ini dinilai penting mengingat posisi geografis Cikole yang berada di kawasan rawan bencana, termasuk potensi gempa akibat Sesar Lembang, tanah longsor, hingga pohon tumbang. Pembentukan Destana diharapkan menjadi wadah koordinasi masyarakat sekaligus barisan garda terdepan dalam mitigasi dan penanganan bencana di tingkat desa.

Struktur Relawan: Dari Pencegahan Hingga Reaksi Cepat

Dalam struktur yang dibentuk, Kepala Desa bertindak sebagai pelindung, sedangkan BPD dan pengurus desa menjadi fasilitator. Mitra kerja yang dilibatkan mencakup Babinsa, Bhabinkamtibmas, Basarnas, hingga dunia usaha. Adapun kepengurusan inti terdiri dari ketua, sekretaris, serta beberapa bidang, antara lain:

Bidang Kesiapsiagaan
Bidang Pemulihan
Bidang Logistik
Bidang Reaksi Cepat
Bidang Pencegahan

Relawan ini juga diproyeksikan untuk mendapat pelatihan khusus, seperti metode mitigasi, pertolongan pertama (P3K), serta penggunaan logistik darurat.

Kepala Desa: “Kesiapsiagaan Itu Amal Ibadah”

Kepala Desa Cikole, Drs. H. Tajudin, M.Ag, menegaskan bahwa keberadaan Destana bukan hanya kewajiban administratif, melainkan sebuah bentuk pengabdian sosial.

“Dengan terbentuknya relawan ini berarti kita sudah siap siaga bila ada bencana. Pengurus inti sudah menentukan orang-orangnya, diklat dan pelatihan juga akan segera kita laksanakan. Wadah relawan ini adalah amal ibadah, sekaligus bentuk kepedulian bagi keselamatan masyarakat,” ujarnya dalam sambutan.

Ia juga memberikan apresiasi kepada Karang Taruna yang dinilai aktif berpartisipasi dalam pembentukan Destana.

Dalam wawancara terpisah, Tajudin menekankan bahwa pembentukan Destana merupakan penyempurnaan dari program sebelumnya.
“Sebelumnya kita memiliki Desa Siaga Bencana, sekarang disempurnakan menjadi Desa Tanggap Bencana sesuai instruksi pemerintah. Ini antisipasi secara organisatoris agar terhubung langsung ke BNPB, sehingga jika terjadi bencana, baik SDM maupun keterampilan kita sudah siap,” tuturnya.

Menurutnya, sekitar 30 hingga 50 orang akan dilibatkan dalam struktur awal, terdiri dari perangkat desa, pemuda, pelajar, hingga kader masyarakat. Namun jumlah itu masih bisa berkembang seiring bertambahnya relawan.
“Relawan ini bisa dari semua elemen: pemuda, pelajar, ibu-ibu kader, bahkan perangkat desa. Harapannya, seluruh masyarakat bisa berperan aktif,” tambahnya.

Ancaman Nyata Sesar Lembang

Kesiapsiagaan Desa Cikole tidak terlepas dari ancaman Sesar Lembang, salah satu patahan aktif di Jawa Barat yang terbentang sepanjang kurang lebih 29 kilometer dari Gunung Manglayang (Sumedang) hingga Cisarua (Bandung Barat).

Menurut penelitian Pusat Studi Gempa Bumi ITB dan laporan BMKG, patahan ini berpotensi memicu gempa dengan magnitudo maksimum hingga 6,8 SR. Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, beberapa kali mengingatkan bahwa aktivitas sesar ini harus terus diwaspadai. Guncangan akibat aktivitasnya bisa berdampak serius pada kawasan Bandung Raya, termasuk Lembang yang berada tepat di jalurnya.

Bagi masyarakat Cikole, pemahaman mengenai ancaman Sesar Lembang menjadi kunci untuk menumbuhkan budaya kesiapsiagaan. Pelatihan evakuasi, simulasi tanggap gempa, hingga kesadaran untuk membangun rumah tahan gempa merupakan langkah mitigasi yang tidak bisa ditunda.

“Kami menyadari, Desa Cikole berada di kawasan rawan bencana terutama akibat Sesar Lembang. Maka Destana ini menjadi bagian penting agar warga siap menghadapi segala kemungkinan,” ujar Kepala Desa Tajudin.

Pentingnya Edukasi dan Sistem Peringatan Dini

Selain ancaman gempa, Desa Cikole juga berhadapan dengan risiko tanah longsor, banjir bandang, dan kebakaran hutan. Karena itu, edukasi kepada masyarakat menjadi elemen vital. Warga diharapkan mengetahui sistem peringatan dini, jalur evakuasi, hingga pentingnya emergency kit yang harus tersedia di rumah.

“Jika terjadi bencana besar, masyarakat harus bisa bertahan hidup minimal 72 jam tanpa bantuan luar. Itu sebabnya kesiapan logistik keluarga, seperti air, makanan, obat-obatan, hingga senter darurat, tidak bisa diabaikan,” terang salah seorang fasilitator dari BPBD yang hadir dalam kegiatan tersebut.

Selain itu, keterampilan pertolongan pertama dan simulasi evakuasi juga perlu rutin dilakukan. Pemerintah desa bersama mitra berencana menyelenggarakan pelatihan secara berkala untuk meningkatkan kemampuan warga.

Kolaborasi Multi-Pihak

Kehadiran Babinsa – Gojali dan Bhabinkamtibmas – Nuril Ahmad menandai pentingnya sinergi lintas sektor. Aparat keamanan menegaskan dukungan penuh dalam setiap kegiatan Destana, terutama dalam aspek komunikasi dan koordinasi ketika bencana terjadi.

“Kami sudah punya perangkat komunikasi yang siap membantu penyebaran informasi jika ada bencana. Sinergi antara masyarakat, relawan, dan aparat menjadi kunci,” kata Bhabinkamtibmas – Nuril Ahmad.

Tak hanya aparat, dunia usaha juga diharapkan ambil bagian, misalnya melalui dukungan logistik darurat. Pendekatan kolaboratif ini menjadi wujud nyata bahwa kesiapsiagaan bencana adalah tanggung jawab bersama.

Membangun Budaya Siap Siaga

Langkah Desa Cikole ini patut diapresiasi karena memperlihatkan kesadaran kolektif akan pentingnya budaya siap siaga. Mitigasi bencana bukan hanya soal alat atau regulasi, melainkan soal membangun kebiasaan masyarakat agar paham apa yang harus dilakukan saat bencana datang.

Seperti ditekankan Kepala Desa Tajudin:
“Memang Lembang, khususnya Cikole, termasuk daerah rawan bencana. Karena itu, kita tidak bisa menunggu bencana datang baru bertindak. Harus ada langkah nyata sejak sekarang, termasuk edukasi kepada generasi muda.”

Pernyataan itu sejalan dengan anjuran BNPB bahwa keluarga adalah unit pertama yang harus siap dalam menghadapi bencana. Semakin tinggi pengetahuan dan keterampilan masyarakat, semakin kecil risiko korban jiwa maupun kerugian materiil.

Harapan ke Depan

Dalam waktu dekat, Desa Cikole merencanakan pelantikan pengurus Destana yang akan langsung dilanjutkan dengan pelatihan mitigasi. Relawan akan dibekali keterampilan praktis mulai dari pertolongan pertama, penggunaan alat komunikasi darurat, hingga evakuasi massal.

Kehadiran Destana diharapkan menjadi contoh bagi desa-desa lain di wilayah Bandung Barat. Mengingat Kabupaten Bandung Barat sendiri merupakan daerah rawan longsor, banjir bandang, dan gempa bumi, keberadaan relawan desa sangat strategis dalam memperkuat ketahanan masyarakat terhadap bencana.

“Kita berharap masyarakat tidak hanya siap menghadapi bencana, tapi juga aktif berperan dalam pencegahan. Semoga dengan adanya Destana, risiko bencana bisa diminimalisir dan warga lebih merasa aman,” tutup Tajudin.

Catatan Edukatif untuk Masyarakat

Siapkan emergency kit di rumah: makanan, air, obat-obatan, senter, dan dokumen penting.

Ketahui jalur evakuasi di sekitar tempat tinggal.

Ikuti pelatihan kesiapsiagaan bencana yang diadakan pemerintah atau lembaga terkait.

Cek secara rutin kondisi rumah, terutama instalasi listrik, atap, dan bangunan.

Simpan nomor darurat seperti BPBD, Basarnas, dan kepolisian.

Dengan langkah-langkah sederhana namun konsisten, masyarakat dapat menjadi bagian dari solusi dalam menghadapi ancaman bencana. (aq)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *