Bandung, Jawa Barat, 28 September 2025 — Dalam suasana penuh semangat kebudayaan dan sportifitas, Bale Seni Barli Kota Baru Parahyangan menjadi saksi lahirnya Festival Penca Parahyangan: Pasanggiri Seni Ibing Penca Se-Jawa Barat. Gelaran lomba pencak silat ini diselenggarakan atas kolaborasi Disparbud Jawa Barat bersama organisasi pamenca, Pencak Panca Silat Indonesia (PPSI), Bale Seni Barli, serta dukungan pemerintah Kabupaten Bandung Barat dan komunitas budaya Breath Taking West Bandung.

Mengusung tema “Ngaronjatkeun nilai anu luhung dina seni penca pikun ngariksa marwah tur ajen nayaga jeung seni penca”, festival ini bukan sekadar ajang pertarungan kemampuan, melainkan upaya kolektif untuk “meninggikan nilai luhur dalam seni penca, menjaga marwah dan ajen (harga diri), serta merawat seni penca.” Nya, itulah substansi yang melekat di setiap silat yang ditampilkan di panggung berukuran 9 × 9 meter itu.

Puluhan Perguruan Silat Bersaing dengan Semangat Kebudayaan
Sebanyak 16 perguruan pencak silat turut ambil bagian dalam festival ini, meliputi nama-nama besar seperti:

- PPSI Kuta Galuh (Bandung Barat)
- Pusaka Tapak Tilas Darma Saputra
- PPSI Jaga Diri (motto “lain jawara tapi kudu jawara”)
- Rangga Wulung (Bandung Barat)
- Paguron Kencana Mekar Karang Bahagia
- Cahaya Putra Domas (Ciwalahir, Bandung)
- PPSI Singa Jaya, PPSI Mustika Wangi
- Ngabakti Kalemah Cai Manunggal
- Kasiat Pusaka Jawa Barat
- Gajah Putih / Mega Pakai Pusaka Murhadi Lembang
- Paguron Pencak Silat Pancananandean
- PPSI Wargi Putra Renceh (Cikalong Wetan)
- Padepokan Sunda Kiwari
- Domas Geger Hanjuang (Cigugurgirang)
- Cipta Data Putra

Pertandingan ini dinilai oleh lima juri, dua dewan juri, seorang timer, serta protokol yang mengawal jalannya acara agar berjalan lancar dan adil.
Iringan Gendang Panca: Musik yang Membingkai Seni Penca
Keistimewaan festival ini juga terletak pada pengiring musik tradisional Gendang Panca. Setiap pertunjukan diiringi:

Tiga buah kendang utama
Dua kendang kecil (“kulanter”)
Goong penca (gong)
Tarompet (alat tiup dengan lidah ganda)
Susunan musik ini tak sekadar latar belakang; ia menjadi ruh yang mengalun bersama gerak tangan, langkah silat, dan ekspresi para pesilat. Penggunaan kendang dan tarompet ini juga konsisten dengan praktik seni pencak silat di Jawa Barat, di mana musik pengiring berperan penting sebagai wujud harmoni antara gerak dan nada.

Penonton, Suara, dan Kenangan Kolektif
Acara ini menarik ratusan penonton dari berbagai kalangan: pecinta budaya, keluarga pesilat, hingga warga sekitar. Setiap tepuk tangan yang bergema seolah menjadi pengakuan atas keberadaan seni penca sebagai warisan budaya hidup. Dengan jumlah besar perguruan yang berpartisipasi serta antusiasme penonton, festival ini menjadi momentum nyata bahwa pencak silat bukan sekadar pertarungan tubuh, melainkan dialog antar generasi, antar perguruan, dan antar jiwa pencinta budaya Sunda.

Konteks Lebih Luas: Pelestarian Budaya Jawa Barat
Festival ini hadir di tengah berbagai upaya pemda dan komunitas budaya Jawa Barat untuk menguatkan identitas seni lokal. Disparbud Jabar sejak lama memfasilitasi pertunjukan tradisi seperti Ngibing Pakalangan, yang memadukan tari dan silat, sebagai cara membina dan mempromosikan kebudayaan secara menyeluruh. Di sisi lain, lomba pencak silat sudah menjadi salah satu cara strategis menggali bibit-bibit budaya sekaligus atletik, sebagaimana dilakukan Pemerintah Kabupaten Bogor dalam Festival Pencak Silat 2025 untuk “menjaring atlet muda sekaligus menjaga warisan budaya bangsa.”
Harapan dan Tantangan ke Depan
Dengan panggung 9 × 9 m², juri yang kredibel, serta teknik musik tradisional sebagai pengiring, Festival Penca Parahyangan berhasil menggelorakan semangat pelestarian budaya penca di Jawa Barat. Namun, ke depan tantangan tetap besar: bagaimana menjaga kesinambungan partisipasi komunitas, menjangkau generasi muda yang semakin digital, sekaligus membiayai keberlanjutan acara-acara budaya dengan sumber daya memadai.
Dalam setiap hentakan gendang, denting tarompet, setiap suluk bunyi gong, terdapat doa kolektif: bahwa seni penca tetap hidup di tanah Sunda—dijalani, dirawat, dan diwariskan. Semoga lewat festival seperti ini, marwah penca tidak hanya terjaga, tetapi juga terus memberi inspirasi bagi generasi berikutnya. (aq-nk)