Fisioterapi, Garda Terdepan Kesehatan Masyarakat: STIKes RS Dustira Hadir di Tengah Ibu PKK Desa Cihanjuang Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat

Bandung Barat Bangun Desa Pendidikan

Desa Cihanjuang, 14 Mei 2025 — Suasana Aula Desa Cihanjuang tampak ramai dan penuh semangat pagi itu. Sekitar seratus kader PKK dari berbagai RW di desa tersebut berkumpul dalam sebuah acara yang tidak hanya menjadi agenda rutin bulanan mereka, tetapi juga menjadi momen penting dalam upaya peningkatan pengetahuan kesehatan masyarakat. Program Studi D3 Fisioterapi dari Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Rumah Sakit Dustira Cimahi menggelar kegiatan pengabdian kepada masyarakat dalam bentuk promosi kesehatan yang berfokus pada fisioterapi.

Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk nyata kontribusi dunia akademik dalam menjawab kebutuhan masyarakat terhadap informasi dan layanan kesehatan. Mengusung tema “Pengabdian Kepada Masyarakat Program Studi Fisioterapi STIKes RS Dustira,” acara ini disambut hangat oleh seluruh peserta yang hadir, sebagian besar merupakan perempuan kader PKK dan penggerak posyandu di Desa Cihanjuang.

Dosen Fisioterapi STIKes RS Dustira, Pandu Dwi Panulat dan Atik Handaryati yang menjadi narasumber utama dalam sesi edukasi tersebut. Dalam paparannya, Pandu menekankan bahwa fisioterapi memiliki peran vital dalam sistem kesehatan nasional. Ia mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2024 yang mewajibkan kehadiran tenaga fisioterapi di tingkat Puskesmas. Selain itu, Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 telah memperkuat posisi fisioterapi sebagai bagian integral dari pelayanan promotif, preventif, kuratif, hingga rehabilitatif.

“Kami ingin masyarakat mulai memahami bahwa fisioterapi kini menjadi garda terdepan dalam layanan kesehatan, terutama dalam menjaga dan memulihkan fungsi gerak tubuh,” ujar Pandu kepada peserta.

Dalam sesi edukasi, peserta dikenalkan pada berbagai aspek fisioterapi yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari gangguan pertumbuhan pada anak-anak, pencegahan gangguan muskuloskeletal akibat kebiasaan buruk saat bekerja atau beraktivitas, hingga perawatan kondisi degeneratif pada lansia. Para kader PKK dengan antusias menyimak setiap materi yang disampaikan, bahkan tak sedikit yang mencatat poin-poin penting yang akan mereka bagikan kembali kepada warga di lingkungan masing-masing.

Salah satu topik yang disorot dalam kegiatan ini adalah pentingnya fisioterapi dalam mendukung tumbuh kembang anak. Gangguan perkembangan motorik, keterlambatan berjalan, atau postur tubuh yang tidak normal kerap dianggap sepele atau dibiarkan begitu saja karena kurangnya pemahaman masyarakat. Di sinilah peran fisioterapis menjadi penting, yaitu melakukan asesmen, intervensi, dan edukasi kepada keluarga agar anak-anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

Selain itu, edukasi juga menyasar kaum produktif yang sering mengalami gangguan sistem otot dan rangka akibat kebiasaan kerja yang tidak ergonomis. Fisioterapis dapat membantu mencegah dan mengatasi nyeri otot, cedera sendi, maupun gangguan saraf yang menghambat produktivitas kerja. Dengan pemahaman ini, masyarakat diharapkan mulai menyadari pentingnya postur tubuh yang baik saat bekerja dan pentingnya melakukan peregangan otot secara rutin.

Untuk kelompok usia lanjut, fisioterapi juga sangat berperan dalam menjaga kualitas hidup. Proses penuaan sering kali disertai dengan penurunan kemampuan fisik seperti kekakuan sendi, osteoporosis, serta risiko jatuh yang tinggi. Fisioterapis dapat memberikan program latihan yang sesuai agar lansia tetap aktif dan mandiri dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Kader PKK juga dibekali informasi mengenai latihan sederhana yang bisa dipraktikkan di rumah, baik untuk diri sendiri maupun warga lanjut usia di sekitar mereka.

Ketua Tim Penggerak PKK Desa Cihanjuang, Nia Kusmiati, menyampaikan apresiasi tinggi terhadap kegiatan ini. Menurutnya, promosi kesehatan yang dilaksanakan bersama STIKes RS Dustira sangat bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan kader mengenai layanan fisioterapi yang selama ini masih kurang dikenal masyarakat desa.

“Kegiatan ini sangat bermanfaat karena selain bagian dari agenda rutin kami, juga memberi tambahan wawasan bagi para kader,” ujar Nia. Ia menambahkan bahwa sekitar 100 kader dari berbagai RW dan posyandu hadir sebagai peserta, meski pelaksanaannya dilakukan secara bergiliran karena keterbatasan tempat.

Nia juga berharap agar kegiatan serupa bisa terus dilakukan secara berkelanjutan. “Para kader akan menyampaikan kembali materi promosi kesehatan yang diterima kepada warga di lingkungannya masing-masing. Ini penting agar pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan semakin meningkat, terutama dalam bidang fisioterapi,” ujarnya.

Tidak hanya teori, kegiatan ini juga disertai dengan demonstrasi sederhana dari mahasiswa fisioterapi STIKes RS Dustira. Para mahasiswa menunjukkan teknik-teknik peregangan dan latihan ringan yang bisa diterapkan secara mandiri di rumah. Demonstrasi ini menjadi bagian yang paling ditunggu karena memberikan pengalaman langsung kepada peserta tentang bagaimana fisioterapi bekerja dalam praktik.

Kehadiran mahasiswa sebagai bagian dari tim pengabdian masyarakat juga memberikan warna tersendiri dalam acara ini. Mereka tidak hanya bertugas menyampaikan materi, tetapi juga menjadi fasilitator diskusi dan mendampingi peserta saat praktik. Interaksi antara mahasiswa dan kader PKK berlangsung hangat dan penuh antusiasme.

Pandu Dwi Panulat juga menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari kurikulum pendidikan vokasi yang menekankan pentingnya praktik lapangan dan keterlibatan langsung dengan masyarakat. “Kami ingin menciptakan lulusan fisioterapi yang tidak hanya kompeten secara klinis, tetapi juga memiliki kepedulian sosial yang tinggi,” katanya.

Lebih lanjut, Pandu menjelaskan bahwa peran fisioterapis akan semakin krusial di masa depan, terutama dengan meningkatnya angka harapan hidup dan bertambahnya populasi lansia di Indonesia. Oleh karena itu, penguatan layanan fisioterapi di tingkat primer seperti Puskesmas harus segera dilakukan, termasuk melalui peningkatan pemahaman masyarakat tentang peran dan manfaat fisioterapi.

Acara diakhiri dengan sesi tanya jawab, di mana para kader diberikan kesempatan untuk menyampaikan pertanyaan dan pengalaman pribadi mereka terkait masalah kesehatan. Beberapa kader berbagi cerita tentang anggota keluarganya yang pernah mengalami stroke, nyeri punggung, atau kesulitan berjalan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dijawab secara rinci oleh tim dosen dan mahasiswa, dengan penekanan pada pentingnya evaluasi fisioterapis dan perencanaan terapi yang tepat.

Dari hasil kegiatan ini, tampak bahwa kolaborasi antara institusi pendidikan tinggi dan masyarakat memberikan dampak positif yang nyata. Pengetahuan kader PKK sebagai ujung tombak edukasi kesehatan di lingkungan masyarakat menjadi lebih luas, terutama dalam bidang yang sebelumnya belum banyak disentuh seperti fisioterapi.

STIKes RS Dustira Cimahi membuktikan komitmennya untuk tidak hanya mencetak tenaga kesehatan berkualitas, tetapi juga untuk berkontribusi langsung dalam pembangunan kesehatan masyarakat. Kegiatan pengabdian masyarakat seperti ini menjadi bukti bahwa ilmu pengetahuan tidak hanya untuk ruang kelas dan rumah sakit, tetapi juga untuk desa-desa, untuk masyarakat, dan untuk kehidupan yang lebih sehat secara menyeluruh.

Dengan semangat kolaborasi, edukasi, dan pengabdian, fisioterapi kini tidak lagi menjadi istilah asing di Desa Cihanjuang. Ia menjadi bagian dari percakapan sehari-hari, menjadi solusi yang membumi, dan menjadi harapan baru bagi masyarakat dalam menjaga kualitas hidup yang lebih baik.(By Nuka).


4 thoughts on “Fisioterapi, Garda Terdepan Kesehatan Masyarakat: STIKes RS Dustira Hadir di Tengah Ibu PKK Desa Cihanjuang Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *