Warga Jawa Barat yang budiman, dan seluruh pengguna jalan di Jawa Barat, mari sejenak kita renungkan kondisi jalanan kita. Jalanan yang seharusnya menjadi urat nadi perekonomian, sarana mobilitas, dan jembatan penghubung silaturahmi, kini terasa seperti arena balap ranjau darat. Kenapa? Karena maraknya “polisi tidur” alias speed bump yang tumbuh bak jamur di musim hujan, menjamur di mana-mana, dibuat seenaknya, tanpa aturan, tanpa kendali, dan parahnya: tanpa ada tindakan nyata dari pihak berwenang!
Fenomena “hilang satu speed bump, tumbuh seribu polisi tidur” bukanlah isapan jempol. Anda pasti merasakannya sendiri. Belum selesai kita merutuki satu gundukan, lima belas meter kemudian sudah ada gundukan lain yang menunggu. Terkadang, jaraknya bahkan hanya setiap 10 meter satu polisi tidur! Ini bukan lagi pembatas kecepatan, ini adalah jebakan massal yang mengancam keselamatan dan isi dompet kita!
Coba perhatikan baik-baik. Ketinggian, lebar, hingga sudut kemiringan polisi tidur ini dibuat asal-asalan. Ada yang terlalu tinggi bak tembok, ada yang terlalu curam membuat motor terpental, ada yang terlalu lebar memakan hampir seluruh badan jalan. Bahan bakunya pun seadanya, mulai dari aspal sisa, semen curah, hingga tumpukan paving block yang disatukan secara serampangan. Tak ada standar, tak ada etika, apalagi persetujuan dari pihak yang berwenang. Ini murni tindakan “pasang sendiri, aturan sendiri, yang celaka orang lain, masa bodoh”
Kemana Dishub, Satpol PP, dan Polisi ketika Nyawa Melayang?
Pertanyaan besar ini menggantung di benak kita semua: Kemana Dinas Perhubungan (Dishub) yang punya wewenang teknis? Kemana Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang seharusnya menegakkan ketertiban umum? Dan kemana Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang bertanggung jawab atas keamanan dan keselamatan lalu lintas? Apakah mata mereka buta? Apakah telinga mereka tuli terhadap keluhan masyarakat?
Kita semua tahu, pejabat-pejabat di instansi terkait ini setiap hari mungkin melewati jalan-jalan yang sama, yang dipenuhi gundukan ilegal ini. Apakah mereka tidak merasakan guncangan yang sama? Apakah mereka tidak melihat motor terhuyung, mobil tersangkut, atau bahkan nyawa yang terancam akibat polisi tidur buatan tangan-tangan iseng ini? Ini bukan lagi soal kelalaian, ini sudah mengarah pada pembiaran sistematis!
Rakyat membayar pajak, salah satunya adalah untuk memastikan kita mendapatkan infrastruktur jalan yang baik, aman, dan nyaman. Pajak itu seharusnya digunakan untuk membangun dan merawat jalan, bukan untuk membiarkan jalan kita dirusak oleh segelintir oknum warga yang bertindak seenaknya. Ini adalah pengkhianatan terhadap kepercayaan publik!
Bahaya Nyata dan Kerugian yang Tak Terhitung.
Mari kita bicara soal kerugian yang ditimbulkan. Ini bukan cuma soal kenyamanan, tapi soal nyawa dan pundi-pundi rupiah yang harus kita keluarkan:
- Kerugian pada Kendaraan: Suspensi jebol, ban benjol, pelek retak, bagian bawah mobil tergesek, hingga komponen kemudi rusak. Ini bukan cerita fiktif, tapi kenyataan pahit yang dialami ratusan, bahkan ribuan pengendara setiap harinya. Biaya perbaikan? Bisa jutaan rupiah! Siapa yang bertanggung jawab mengganti kerugian ini?
- Boros Bahan Bakar Minyak (BBM): Bayangkan, setiap 10-15 meter kita harus mengerem mendadak, menurunkan gigi, lalu berakselerasi lagi. Proses ini adalah pembunuh efisiensi BBM. Uang yang seharusnya bisa dipakai untuk kebutuhan lain, kini ludes di jalanan yang bergelombang tak karuan. Ini adalah pemborosan energi nasional yang masif!
- Ancaman Nyawa Pengendara: Ini yang paling krusial. Berapa banyak pengendara motor yang terpental dan terjatuh, mengalami luka serius bahkan cacat permanen, hanya karena menghantam polisi tidur yang tidak terlihat atau terlalu ekstrem? Berapa banyak mobil yang hilang kendali akibat guncangan mendadak? Polisi tidur ilegal ini bukan lagi pengaman, melainkan ancaman pembunuh berdarah dingin!
- Polusi Lingkungan: Pengereman dan akselerasi berulang meningkatkan emisi gas buang, memperburuk kualitas udara di lingkungan sekitar. Suara benturan yang ditimbulkan juga menjadi polusi suara yang mengganggu ketenangan warga.
- Estetika dan Citra Kota: Jalanan yang dipenuhi gundukan-gundukan tak beraturan ini merusak pemandangan, memberikan kesan semrawut, dan menjauhkan citra kota yang tertata rapi.
Hukum Itu Ada, Tapi Apakah Ditegakkan?
Pemerintah bukannya tidak punya aturan. Ada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) dan yang lebih spesifik, Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 14 Tahun 2021 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pengguna Jalan.
Mari kita kutip sedikit:
- Pasal 13 Permenhub PM 14/2021 jelas mengatur spesifikasi Speed Bump (Tinggi 5-9 cm, Lebar 35-39 cm, kelandaian maks. 50%), Speed Bump (Tinggi 8-15 cm, Lebar atas 30-90 cm, kelandaian maks. 15%), dan Speed Table (Tinggi 8-9 cm, Lebar atas 660 cm, kelandaian maks. 15%).
- Pasal 13 ayat (5) Permenhub PM 14/2021 menyatakan bahwa Speed Bump hanya boleh dipasang di area parkir, jalan privat, atau jalan lingkungan terbatas dengan kecepatan operasional di bawah 10 km/jam. Lalu kenapa kita menemukannya di jalan raya, jalan kabupaten jalan desa yang arus lalu lintasnya hidup dilalui ribuan kendaraan setiap hari.
- Jarak antar speed bump pada pemasangan berulang di jalan lurus pun diatur, yaitu antara 90 cm hingga 150 cm. Bukan setiap 10 meter dengan jarak jalan berkilo-kilo meter seperti yang kita alami!
- Yang terpenting, pemasangan alat pembatas kecepatan adalah kewenangan pemerintah, bukan masyarakat! Artinya, setiap polisi tidur yang dibuat warga tanpa izin, tanpa standar, adalah ILEGAL!
Lantas, apa sanksinya? UU LLAJ Pasal 274 dengan tegas menyatakan bahwa: Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi jalan dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah)! Kenapa hal ini tidak disosialisasikan kepada masyarakat.
Sanksi ini jelas! Aturan hukumnya ada! Tapi kenapa tidak ada penegakan? Mengapa tidak pernah ada sweeping atau penertiban masif dari Dishub, Satpol PP, dan Kepolisian? Masyarakat menanti, kapan aparat bertindak tegas? Kapan jalanan kita kembali aman dan nyaman?
Ini bukan hanya soal protes, ini adalah teriakan keprihatinan kolektif. Kami menuntut pertanggungjawaban dari instansi terkait. Jangan biarkan jalanan kita terus menjadi arena uji nyali yang membahayakan. Tegakkan aturan, tertibkan polisi tidur ilegal, dan kembalikan hak kami atas jalan yang layak dan aman! Rakyat yang waras menanti. (oleh pemerhati jalan)