Bandung Barat, 16 April 2025 — Dalam upaya mendorong desa-desa tangguh terhadap perubahan iklim sekaligus memperkuat ketahanan pangan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) menggulirkan program kolaboratif dengan dukungan World Bank. Salah satu rangkaian kegiatan penutupan program dilakukan di Kecamatan Ngamprah dan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, yang kini menjadi model pengembangan desa berketahanan iklim.
Direktur Pengembangan Sosial Budaya dan Lingkungan Desa dan Perdesaan, Drs. Andrey Ikhsan Lubis, M.Si, menegaskan pentingnya program ini sebagai bagian dari dukungan terhadap kebijakan strategis nasional. “Kegiatan ini adalah bagian dari penutupan kerja sama dengan Morban, yang mengusung tema desa berketahanan iklim untuk mendukung ketahanan pangan. Ini merupakan program yang sejalan dengan kebijakan besar pemerintah pusat,” ujarnya.

Menurut Andrey, desa menjadi ujung tombak pembangunan berkelanjutan, khususnya dalam isu iklim dan pangan. Dari sekitar 75.000 desa di seluruh Indonesia, hanya sebagian yang dipilih sebagai model awal, salah satunya lima desa di Kecamatan Ngamprah. “Desa-desa ini diharapkan mulai aktif mengelola sampah, menerapkan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle), memanfaatkan maggot, dan mengolah sampah organik maupun non-organik menjadi sesuatu yang bernilai ekonomi,” katanya.
Ia menyebut, potensi besar yang dimiliki oleh Kabupaten Bandung Barat perlu dimaksimalkan. “Wilayah ini dikenal luas. Bahkan orang yang tidak diundang pun datang karena daya tariknya. Harusnya bisa menjadi yang terbaik. Momen ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya,” lanjutnya.

Lebih lanjut, Andrey menyampaikan bahwa perubahan besar tidak bisa terjadi seketika. Diperlukan pendampingan, proses, dan dukungan dari berbagai pihak termasuk aparatur kecamatan dan desa. “Dengan dana desa, BUMDes, KopDes Merah Putih dan sebagainya, peluang itu terbuka. Tinggal bagaimana desa bisa jeli melihat tantangan sebagai peluang,” pungkasnya.
Sementara itu, Camat Ngamprah Agnes Virganty, S.STP., M.Si menyambut baik kunjungan dari pihak Kemendes dan World Bank, sekaligus mengapresiasi program yang sedang dijalankan. Ia menjelaskan bahwa pilot project telah menyentuh beberapa wilayah, termasuk Cisarua, Lembang, Padalarang, dan Ngamprah.
“Di Ngamprah, ada lima desa yang terlibat, yaitu Desa Ngamprah, Cimareme, Cilame, Gado Bangkong, dan Sukamulya. Sementara di Padalarang ada Desa Kertajaya, Campaka Mekar, dan Padaulun,” ujar Agnes.
Ia menambahkan, kegiatan ini sangat tepat sasaran, mengingat 20 persen dari Dana Desa saat ini memang wajib dialokasikan untuk program ketahanan pangan. “Tema yang diangkat sangat relevan. Saya melihat adanya chemistry antara program dari pemerintah pusat dengan visi misi kami di Bandung Barat,” jelasnya.
Agnes juga menyinggung visi Nawacita dari Presiden RI yang mengedepankan keharmonisan antara lingkungan, ekonomi, dan budaya. “Di Bandung Barat, nilai harmonis adalah amanah yang selalu kami jaga. Maka Insya Allah kami siap mendukung program-program nasional, termasuk dari Kemendesa,” tuturnya.
Ia pun berharap sinergi ini terus berlanjut dan membawa dampak nyata bagi masyarakat desa. “Berbagai program sudah hadir juga di daerah lain di Jawa Barat, seperti Pangalengan. Harapannya, Bandung Barat pun bisa menjadi contoh dalam membangun desa yang tangguh dan mandiri,” tambahnya.

Kegiatan ini tidak hanya berfokus pada ketahanan pangan dan pengelolaan lingkungan, tetapi juga sebagai ajang refleksi bagi desa-desa untuk terus meningkatkan kualitas pembangunan. Sebagaimana dikatakan oleh Andrey Ikhsan Lubis, “Kesempurnaan masih jauh, tetapi arah menuju yang terbaik harus terus diupayakan.”
Dengan sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat desa, Kabupaten Bandung Barat kini mengambil langkah nyata menuju pembangunan desa yang tangguh terhadap tantangan iklim sekaligus berdaya secara ekonomi. Sampah yang dulunya menjadi masalah, kini dilihat sebagai potensi emas yang bisa diolah dan memberi manfaat. (Nuka)