Desa Bojongkoneng, Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, 28 Agustus 2025 – Pada perayaan milangkala (ulang tahun) ke-197, warganya kembali merayakan tradisi babarit atau sedekah bumi. Kegiatan yang sarat makna, dipadu dengan tema “Ngariksa, Ngajaga, Warisan Karuhun” menegaskan komitmen desa dalam menjaga, merawat, dan meneruskan warisan leluhur.

Konteks Desa dan Tradisi
Desa Bojongkoneng, yang berada di Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, kini memiliki luas sekitar 5,51 km² dengan jumlah penduduk mencapai sekitar 14.165 jiwa . Berbudaya agraris, desa ini dikenal dengan tradisi yang memadukan nilai religius dan lokal, seperti tepung cai (tepung air), meski informasi ini lebih umum di konteks upacara lain—namun tetap menunjukkan kekayaan nilai budaya Sunda .
Sambutan dari Pemangku Kebudayaan dan Pemerintah
Hernandi Tismara, S.Sos., M.Si., selaku Kabid Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Bandung Barat, mempromosikan Bojongkoneng sebagai desa berkelanjutan dalam pelestarian budaya hingga tingkat provinsi. Ia menyatakan bahwa “Babarit, bagja urang sagarit atau kebahagiaan yang utama”, serta menegaskan bahwa tradisi seperti ini—yang “jarang dan harus dilestarikan”—menjadi sebentuk tanggung jawab untuk menjaga seni dan budaya daerah .

Selain itu, beliau memperingatkan agar pemangku adat senantiasa “cageur bageur dan mengayomi”, serta berharap agar semangat menjaga tradisi dan budaya Sunda terus berkibar di masa datang.
Camat Ngamprah, Agnes Virganti, S.STP, SH, M.Si., dalam sambutannya, menyampaikan syukur atas kesempatan silaturahmi dalam acara tersebut. Ia menyoroti unsur kebersamaan dalam tradisi seperti lisung dan tutungkulan serta upaya ngamumule budaya Sunda yang melekat erat. Atas nama pemerintah daerah, ia menyampaikan salam takdzim dari Bupati Jeje Ritchie Ismail dan Wakil Bupati Asep Ismail.

Tak hanya itu, Camat Agnes menyampaikan sebuah kabar gembira: desa ini meraih juara pertama helaran se-Kecamatan Ngamprah, sekaligus juara terbaik dalam administrasi pelaporan yang akuntabel, prestasi yang dinilai mencerminkan semangat desa yang kian “rancage”. Ia juga mengingatkan warga bahwa keringanan pembayaran bagi yang menunggak selama 30 tahun akan tersedia hingga bulan depan, dan mendorong agar kesempatan ini dimanfaatkan sebaik-baiknya. Ia juga mengapresiasi PKK Bojongkoneng yang dinilai paling aktif dalam sosialisasi dan komunikasi di kecamatan .
Ungkapan Kepala Desa dan Esensi Babarit
Kepala Desa Bojongkoneng, Tarmaya, S.Pd, menjelaskan bahwa sejak 8 Agustus 1828, warga mulai menyepakati berdirinya desa yang kini telah menginjak usia 197 tahun. Dengan penuh kehangatan, ia menegaskan komitmen desa untuk “tetap merawat tradisi adat budaya seperti babarit”.

Lebih jauh, Tarmaya menyampaikan bahwa “Babarit sesungguhnya adalah ucapan syukur kepada Allah atas nikmat yang diberikan-Nya”, serta harapan agar tradisi ini menjadi tolak bala, menjaga keselamatan dan menjauhkan dari mara bahaya. Ia juga menyampaikan terima kasih kepada pemangku adat, tokoh masyarakat, serta RT dan RW yang diundang pada malam harinya untuk mengikuti tausiyah dan pendalaman ilmu keislaman.
Ritual, Doa, dan Simbol Kebersamaan
Setelah sambutan, kegiatan dilanjutkan dengan doa bersama, menandai dimulainya rangkaian ritual. Yang tak kalah bermakna adalah penyerahan buah-buahan, sayuran, dan umbi-umbian hasil bumi desa sebagai sesembahan untuk masyarakat. Penyerahan ini melambangkan kebahagiaan, kebersamaan, dan rasa syukur atas karunia Tuhan Yang Maha Esa.

Perspektif Budaya Sunda dalam Konteks Lokal
Dalam konteks lebih luas, upacara seperti babarit mencerminkan harmoni antara nilai budaya dan religiusitas, sebagaimana terjadi di beberapa daerah di Jawa Barat. Dalam tradisi lain seperti di Desa Sagarahiang, babarit menjadi penghormatan leluhur, syukur atas hasil pertanian, permohonan keselamatan, serta ritual tolak bala . Meskipun setiap desa memiliki ciri khasnya sendiri, inti dari babarit sebagai wujud syukur dan penjagaan dari hal negatif sangat universal.
Desa Bojongkoneng, melalui perayaan milangkala ini, berhasil menunjukkan bahwa tradisi bukan hanya warisan masa lalu, tetapi juga jembatan bagi kebersamaan, keharmonisan, dan identitas bersama.