Program Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) yang diinisiasi pemerintah menghadapi tantangan serius dalam aspek kesiapan sumber daya manusia (SDM) pengelola. Wawancara dengan Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Kabupaten Bandung Barat, Dra. Sri Dustirawati, M.Si, pada 31 Juli 2025 di Kecamatan Batujajar mengungkap strategi konkret untuk mengatasi permasalahan klasik yang kerap menghantui program koperasi di Indonesia.
Kesiapan SDM Sebagai Fondasi Utama
Dustirawati menegaskan bahwa keberhasilan KDMP sangat bergantung pada kesiapan SDM. “Seberapa besar pun potensi desa, jika SDM-nya belum kompeten, maka pengelolaan koperasi tidak akan maksimal,” ungkapnya. Pernyataan ini sejalan dengan temuan survei Celios pada Mei 2025 yang mengidentifikasi kurangnya kualitas atau kemampuan sumber daya manusia pengelola koperasi sebagai masalah utama koperasi desa di Indonesia.

Penekanan pada aspek integritas dan kompetensi pengurus menjadi poin krusial mengingat program KDMP melibatkan modal awal hingga Rp 3 miliar dari pemerintah. Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memperingatkan bahwa pengelolaan dana yang besar untuk koperasi desa ini membutuhkan kecakapan manajerial, seperti pengelolaan keuangan, operasional, pemasaran.
Kolaborasi Strategis dengan BUMN
Program KDMP di Kabupaten Bandung Barat menunjukkan pendekatan inovatif melalui kolaborasi dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sri Dustirawati menjelaskan keterlibatan PT Pos Indonesia, bank-bank Himbara, PT Pupuk Indonesia, dan PT Pertamina dalam mendukung operasional koperasi. Strategi ini bertujuan menciptakan distribusi langsung dari pusat ke koperasi tanpa perantara, sehingga keuntungan dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.

Kolaborasi ini mengindikasikan transformasi KDMP dari sekadar lembaga ekonomi lokal menjadi wadah kolaborasi lintas sektor antara masyarakat, pemerintah, dan BUMN untuk mendukung distribusi kebutuhan dasar seperti gas LPG, pupuk, pangan, apotik dan klinik hingga layanan keuangan digital.
Kehadiran PT Pos Indonesia dengan produk PosPaynya memberikan solusi praktis bagi operasional koperasi. Dengan infrastruktur minimal berupa satu meja, satu smartphone, dan satu printer thermal, koperasi dapat menjalankan kegiatan operasionalnya. Model bisnis yang efisien ini membuka peluang luas bagi masyarakat desa untuk memulai usaha dengan modal investasi infrastruktur yang relatif terjangkau, sekaligus mengatasi hambatan tradisional seperti keterbatasan modal awal dan kompleksitas operasional.
Mekanisme Pengawasan Digital
Menghadapi tantangan geografis dengan 165 desa di Kabupaten Bandung Barat, Dinas Koperasi dan UKM mengembangkan sistem pengawasan hibrida. Dustirawati mengungkap pembentukan tim pengawasan khusus yang dikombinasikan dengan program digitalisasi koperasi dari pemerintah pusat. “Dengan digitalisasi ini, kami bisa melakukan pengawasan secara daring,” jelasnya.
Pendekatan digital ini menjadi solusi inovatif untuk memastikan keberlanjutan operasional KDMP, mengingat kekhawatiran tentang koperasi yang hanya aktif di awal pembentukan. Faktanya, beberapa kasus menunjukkan adanya kopdes Merah Putih ditutup sehari setelah diresmikan, yang menekankan urgensi sistem monitoring yang efektif.
Implikasi dan Tantangan Jangka Panjang
Target nasional pembentukan lebih dari 81.000 koperasi dari target 80.000 menunjukkan ambisi besar pemerintah dalam mewujudkan ekonomi kerakyatan. Namun, keberhasilan program ini menghadapi tantangan struktural yang kompleks.
Pertama, aspek kualitas versus kuantitas menjadi dilema utama. Pembentukan koperasi dalam jumlah masif tanpa disertai kesiapan SDM yang memadai berpotensi mengulangi kegagalan program serupa di masa lalu. Kedua, sustainabilitas program bergantung pada kemampuan koperasi menghasilkan nilai ekonomi riil bagi anggota, bukan sekadar memenuhi target administrative. Dalam konteks ini, integrasi teknologi PosPayhash memberikan keunggulan kompetitif dengan menyederhanakan proses operasional dan mengurangi barrier to entry bagi calon pengelola koperasi.
Ketiga, digitalisasi sebagai solusi pengawasan memerlukan investasi infrastruktur teknologi dan literasi digital yang merata di seluruh desa. Keempat, kolaborasi dengan BUMN harus dirancang untuk menciptakan ekosistem yang saling menguntungkan, bukan ketergantungan yang kontraproduktif.
Prospek dan Rekomendasi
Program KDMP memiliki potensi strategis untuk mengubah lanskap ekonomi pedesaan Indonesia jika dikelola dengan pendekatan yang komprehensif. Pengalaman Kabupaten Bandung Barat dapat menjadi model replikasi dengan beberapa penyesuaian kontekstual. Model operasional yang sederhana melalui kolaborasi dengan PT Pos Indonesia membuktikan bahwa inovasi teknologi dapat menjadi akselerator pemberdayaan ekonomi masyarakat desa tanpa memerlukan investasi infrastruktur yang kompleks.
Pemerintah perlu memprioritaskan investasi jangka panjang dalam pengembangan SDM koperasi melalui program pelatihan berkelanjutan dan sertifikasi kompetensi. Selain itu, sistem insentif dan disinsentif perlu ditetapkan untuk mendorong kinerja optimal pengurus koperasi.
Keberhasilan KDMP tidak hanya diukur dari jumlah koperasi yang terbentuk, tetapi dari dampak nyata terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Program ini berpotensi menjadi fondasi ekonomi kerakyatan yang berkelanjutan jika mampu mengatasi tantangan fundamental dalam aspek SDM dan tata kelola yang profesional.
Dengan target penyerapan tenaga kerja mencapai 240.000 pengelola secara nasional, KDMP dapat menjadi katalis transformasi ekonomi pedesaan yang telah lama dinantikan masyarakat Indonesia. (Nuka)