Perubahan yang dialami anak saat memasuki fase aqil baligh bukan sekadar perubahan fisik. Lebih dari itu, mereka mulai memasuki fase tanggung jawab besar di hadapan Allah ﷻ. Di usia ini, anak-anak dianggap dewasa secara syariat — mulai memikul amanah, amal perbuatan dicatat, dan menjalani kehidupan sebagai pribadi mukallaf.
Tanggung jawab apa saja yang harus mulai dipahami dan dipikul anak-anak di masa penting ini?
Semua dibahas tuntas dalam episode terbaru CERAH bersama Ummi Ikke Hikmawati, hanya di YouTube MQFM Bandung. Dengan bahasa yang lembut, relatable, dan menyentuh hati, Ummi Ikke menjawab pertanyaan-pertanyaan penting seputar parenting Islami dan masa transisi menuju aqil baligh, memberikan panduan berharga untuk para orang tua dalam mendampingi buah hati mereka.
Tonton sekarang:
Raih insight baru, pelajaran berharga, dan semangat untuk terus mendampingi anak-anak dengan cinta dan tuntunan syariat.
Jangan lupa like, comment, dan share agar semakin banyak yang mendapatkan pencerahan dari episode ini.
Silahkah Baca Artikelnya
Ike :Hikmawati Madrasah Pertama Keluarga, Mempersiapkan Muslimah Demi Surga Bersama
Hidayah Ilahi adalah anugerah yang tak ternilai, sebuah kesadaran mendalam yang mendorong kita untuk berbenah diri, menuju arah yang lebih baik. Dorongan kuat untuk mengakui kesalahan dan bertekad untuk bertransformasi menjadi insan yang lebih saleh adalah pertanda sentuhan rahmat dari Allah SWT. Bagi seorang muslimah, perjalanan hidupnya adalah serangkaian peran yang diemban: anak, istri, dan ibu. Setiap tahapan adalah ladang amal saleh yang harus digarap dengan sungguh-sungguh. Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Ar-Ra’d ayat 23 mengingatkan bahwa orang-orang saleh akan memasuki surga ‘Adn bersama keluarga mereka, yakni orang tua, pasangan, dan keturunan. Syaratnya? Amal saleh dan kesabaran.
Tauhid, keesaan Allah, adalah fondasi mutlak yang wajib dipelajari setiap muslim, tanpa memandang status maupun usia. Pertanyaannya kemudian muncul, bagaimana seorang muslimah mencari ilmu tauhid ini? Apakah mandiri ataukah bergantung pada bimbingan orang tua? Kesadaran akan pentingnya tauhid bagi diri sendiri dan keluarga, terutama anak-anak, adalah langkah awal yang krusial. Visi berkeluarga yang berlandaskan ajaran Nabi Ibrahim AS, yakni meraih kebahagiaan dan keberkahan di dunia serta berkumpul kembali di surga, harus ditanamkan sejak dini.
Lantas, bagaimana dengan kesabaran seorang ibu? Muslimah adalah sosok mulia dalam Islam, dengan amanah peran yang beragam. Ia adalah hamba Allah, seorang anak, seorang istri, seorang ibu, dan juga anggota masyarakat. Menjalankan peran-peran ini tentu tidak selalu mudah.
Dalam bincang hangat di acara Cerita Muslimah MQFM, Ike Hikmawati berbagi pandangannya tentang peran muslimah sebagai madrasah pertama bagi keluarga. Menurut Umi Ike, sapaan akrabnya, setiap individu terlahir dalam keluarga dan menjadi bagian di dalamnya. Sungguh luar biasa bagaimana Allah menjanjikan surga bagi orang-orang saleh bersama keluarga mereka. Di pintu surga, malaikat akan menyambut dengan salam sejahtera atas kesabaran yang telah mereka tunjukkan di dunia.
Muslimah: Madrasah Pertama dan Utama Menurut Ike Hikmawati
Perjalanan amal saleh seorang muslimah adalah perjalanan yang cerah, insyaallah. Mengapa demikian? Karena muslimah adalah madrasah pertama bagi keluarganya, terutama bagi anak-anak. Peran ini tidak terbatas pada usia dini, melainkan berlanjut sepanjang kehidupan, hingga akhir hayat. Seorang ibu adalah tempat bertanya bagi anaknya di setiap fase perkembangan. Mulai dari pertanyaan sederhana di masa kecil, kegelisahan di masa remaja, hingga pilihan penting di masa dewasa seperti pendidikan, pekerjaan, dan pernikahan. Bahkan setelah menikah dan berkeluarga, seorang anak akan tetap mencari ibunya sebagai tempat curhat dan dukungan. Proses beramal saleh bersama keluarga ini baru akan tuntas seiring dengan berakhirnya usia dan rezeki kita di dunia.
Tauhid sebagai Bekal Utama dalam Perspektif Ike Hikmawati
Bekal utama bagi seorang muslimah dalam menjalankan perannya adalah tauhid, keimanan yang kokoh kepada Allah SWT. Nilai-nilai tauhid akan menuntun hati dan pikiran menjadi lebih positif, berlandaskan pada pedoman Al-Qur’an dan Sunnah. Cahaya terang dari keduanya akan menerangi jalan hidup bersama keluarga. Nilai-nilai Al-Qur’an adalah akhlak, sehingga esensi utama dalam kehidupan rumah tangga, bahkan sebelum membahas aspek finansial, komunikasi, atau parenting, adalah menuntaskan pemahaman dan pengamalan nilai-nilai tauhid.
Ike Hikmawati berbagi pengalamannya bahwa hidayah Allah selalu hadir bagi hamba-Nya. Ketika hidayah itu datang, kita harus menangkapnya dengan segenap upaya dan menjaganya agar tidak terlepas. Pengalaman beliau mendengarkan ceramah tentang birrul walidain (berbakti kepada orang tua) menjadi titik balik dalam hidupnya. Beliau menyadari bahwa kebahagiaan orang tua bukan terletak pada pencapaian duniawi anak, melainkan pada kesalehan dan kesalehahannya.
Hidayah Allah hadir dengan ciri adanya dorongan kuat untuk berubah menjadi lebih baik, kesadaran akan kesalahan, dan keinginan untuk bertransformasi. Nilai tauhid yang Umi Ike tanamkan pada anak-anaknya sangat sederhana namun mendalam, yakni menyadari kehadiran Allah di setiap tempat dan waktu. Ketika makan, bersyukur atas rezeki dari Allah. Ketika berpakaian menutup aurat, menyadari kasih sayang Allah yang melindungi. Sejak dini, nilai-nilai tauhid ditanamkan melalui penyebutan nama Allah dalam setiap aktivitas.
Menanamkan Nilai Tauhid dan Akhlak Sejak Dini Menurut Ike Hikmawati
Meskipun nilai-nilai tauhid telah ditanamkan sejak dini, godaan setan tetaplah nyata. Lingkungan pergaulan juga dapat memberikan pengaruh yang kuat. Namun, sebagai orang tua, kita harus yakin bahwa bekal yang telah diberikan akan menjadi pegangan bagi anak-anak. Yang mencukupkan segala sesuatu hanyalah Allah. Tugas orang tua hanyalah berdoa, berikhtiar, dan bertawakal. Semangat untuk merasakan nikmatnya hidayah Allah harus ditularkan kepada anak-anak.
Penting untuk diingat bahwa tujuan hidup seorang muslim adalah akhirat, meskipun dunia adalah jalannya. Prioritas utama adalah meraih rida Allah, dan segala tindakan di dunia hendaknya bernilai ibadah. Semangat memberi, bukan hanya menerima, harus ditanamkan dalam diri dan keluarga. Memberikan segala sesuatu yang membuat kita senang, terutama keimanan dan ibadah yang khusyuk, kepada orang lain harus disertai dengan akhlak mulia. Islam mengajarkan bahwa ibadah seperti salat, puasa, haji, dan umrah, ujungnya adalah pembentukan akhlak yang baik.
Mendidik Anak di Era Remaja dan Dewasa dalam Perspektif Ike Hikmawati
Ketika anak memasuki usia akil balig, mereka tidak lagi perlu diatur seperti anak kecil. Mereka harus belajar mengatur diri sendiri dan bertanggung jawab atas tindakan mereka. Orang tua perlu menanamkan nilai-nilai tanggung jawab dan disiplin sejak usia dini. Kekompakan antara ayah dan ibu sangat penting dalam mendidik anak.
Ike Hikmawati menekankan bahwa ketika anak dewasa, mereka sudah memiliki hak untuk berpendapat dan memilih. Orang tua tidak perlu terlalu khawatir atau overprotektif. Yang terpenting adalah memberikan pemahaman bahwa mereka telah akil balig dan bertanggung jawab atas pilihan mereka di hadapan Allah. Orang tua tetap berperan dalam mendoakan, mengingatkan, dan mengusahakan yang terbaik, namun keputusan akhir ada di tangan anak.
Merevisi Pendidikan di Tengah Jalan Menurut Ike Hikmawati
Bagi orang tua yang merasa ada tahapan pendidikan anak yang terlewatkan, Ike Hikmawati menyarankan untuk menyampaikan visi berkeluarga kepada anak-anak, baik yang masih kecil, remaja, maupun dewasa. Visi ini adalah kebahagiaan dan keberkahan di dunia serta berkumpul kembali di surga. Misinya sederhana, yakni menjalankan ketaatan kepada Allah dan menjauhi maksiat. Nilai-nilai ini harus terus diinternalisasi dalam keluarga.
Dalam berumah tangga, setiap fase memiliki tantangannya sendiri. Fase anak usia 0-5 tahun adalah masa penting untuk menanamkan nilai-nilai tauhid dan budi pekerti, termasuk kejujuran. Kejujuran adalah fondasi penting bagi pembentukan karakter yang baik. Orang tua juga harus jujur kepada anak-anak, mengakui kesalahan, dan meminta maaf. Mengajak anak berdoa bersama juga merupakan cara yang efektif untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Harmoni dengan Pasangan dalam Pandangan Ike Hikmawati
Dalam membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah, harmoni dengan pasangan adalah kunci. Bagi seorang istri, menjadi istri yang menyenangkan adalah sebuah perjuangan namun mulia. Menghindari perdebatan yang tidak perlu dan menaati suami selama tidak bertentangan dengan syariat Allah adalah langkah penting. Melibatkan suami dalam pengambilan keputusan terkait anak-anak dan menghadirkan sosok ayah, baik secara fisik maupun dalam komunikasi sehari-hari, sangatlah penting.
Sabar Tanpa Batas Menurut Ike Hikmawati
Kesabaran seorang ibu adalah sabar tanpa batas, hingga akhir hayat. Tujuan yang jelas, yakni kebahagiaan dunia dan surga, menjadi landasan dalam membersamai keluarga. Bekal telah diberikan Allah berupa harta, jiwa, dan raga. Latihannya adalah mendekatkan diri kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama, bagaimana pun sikap orang lain terhadap kita.
Ike Hikmawati: Muslimah adalah Tanda Kebesaran Allah
Sebagai penutup, Ike Hikmawati menyampaikan bahwa muslimah di setiap episode kehidupannya adalah istimewa, sebagai perwujudan tanda-tanda kebesaran Allah di muka bumi. Oleh karena itu, setiap muslimah hendaknya memantaskan diri untuk menjadi representasi keagungan Allah tersebut.
Semoga artikel ini menjadi inspirasi bagi setiap muslimah dalam mempersiapkan diri menjadi madrasah terbaik bagi keluarganya, demi meraih surga bersama.