
Bandung Barat, 7 Oktober 2025. Hujan deras yang mengguyur wilayah Kecamatan Lembang pada Minggu malam, 5 September 2025, sekitar pukul 21.30 WIB, membawa duka bagi sejumlah warga di Desa Cikidang dan Desa Cikole. Curah hujan tinggi yang disertai butiran es menyebabkan tiga peristiwa bencana sekaligus: rumah amblas, dinding rumah roboh, dan tanah longsor di bantaran kali.
Peristiwa tersebut menjadi pengingat bahwa bencana hidrometeorologi kini semakin sering terjadi di kawasan dataran tinggi Bandung Barat akibat curah hujan ekstrem dan kondisi drainase yang belum optimal.

Rumah Amblas di Cireyod
Musibah yang pertama menimpa keluarga Ibu Mirawati, warga Kampung Cireyod RT 02 RW 02 Desa Cikidang. Rumahnya amblas sebagian setelah hujan deras mengguyur wilayah tersebut. Akibat kejadian itu, Mirawati dan keluarganya terpaksa mengungsi sementara ke rumah saudaranya yang tak jauh dari lokasi.
Pemerintah desa Kepala Desa Cikidang, Heri dan pihak kecamatan Lembang telah mendatangi lokasi untuk memberikan bantuan darurat berupa sembako. “Kami sudah meninjau langsung dan memberikan bantuan awal demikian disampaikan oleh Ketua TP-PKK Maya Ekawati dalam meninjau lokasi kejadian.
Kemudian Ketua RW setempat ketika ditemui di lokasi menyampaikan hal yang terpenting adalah memperbaiki gorong-gorong yang menjadi penyebab banjir,” ujarnya.

Menurut keterangan warga, banjir yang menggenangi rumah-rumah di wilayah RT 02 RW 02 terjadi akibat gorong-gorong yang terputus di perbatasan antara Desa Cikidang dan Desa Cikole. Sebelumnya, perbaikan gorong-gorong dilakukan secara swadaya masyarakat sekitar satu tahun lalu, namun kini kondisinya kembali rusak. Diperlukan perbaikan menyeluruh sepanjang sekitar 200 meter agar kejadian serupa tidak terulang.

Dinding Roboh di Desa Cikole
Bencana serupa juga dialami Ibu Anah, warga RT 04 RW 09 Desa Cikole. Hujan lebat disertai angin kencang membuat dinding rumahnya roboh dan menimpa penghuni rumah seorang pemuda berusia 20 tahun. Beruntung, korban hanya mengalami luka memar ringan.
Warga sekitar dengan sigap bergotong royong memperbaiki dinding rumah yang rusak. “Kami bersama masyarakat langsung membantu membersihkan puing-puing dan memperbaiki bagian yang roboh. Alhamdulillah tidak ada korban jiwa,” tutur Haji Tajudin, Kepala Desa Cikole, usai meninjau lokasi.

Selain bantuan tenaga, pihak pemerintah desa dan kecamatan juga menyalurkan bantuan sembako untuk meringankan beban keluarga korban. Peristiwa ini menggambarkan semangat gotong royong warga pedesaan yang tetap hidup, bahkan di tengah situasi sulit.
Longsor Parah di Bantaran Kali
Kejadian paling parah terjadi di RT 03 RW 06 Desa Cikole, di mana tanah di bantaran kali mengalami longsor besar hingga membuat satu rumah warga “menggantung” karena pondasinya tergerus air. Untuk menghindari longsor susulan, warga menutupi area yang rawan dengan terpal untuk sementara waktu dan berharap hujan besar tidak terjadi lagi seperti kemarin.

Ketika hujan deras mengguyur, aliran sungai di wilayah itu meluap hingga air masuk ke rumah-rumah warga. Banyak barang-barang yang rusak karena kebasahan. Pemerintah kecamatan dan relawan setempat kini tengah mengupayakan solusi darurat, sambil menunggu tindak lanjut teknis dari dinas terkait.

Respons Pemerintah dan DPRD
Menanggapi rentetan kejadian tersebut, Ketua TP-PKK Kabupaten Bandung Barat, Maya Ekawati, yang sudah mengunjungi lokasi terdampak memberikan dukungan moral kepada para korban. Ia menekankan pentingnya kesiapsiagaan masyarakat menghadapi cuaca ekstrem yang kian sulit diprediksi.

Sementara itu menurut informasi, Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Bandung Barat, Pither Tjuandys, dari Fraksi Partai Demokrat, juga turun langsung meninjau lokasi bencana beberapa hari setelah kejadian. Ia menyatakan akan segera berkoordinasi dengan dinas kabupaten yang terkait guna mencari langkah nyata mencegah bencana serupa.
Kesiapsiagaan dan Harapan Warga
Wilayah Lembang dikenal sebagai daerah rawan longsor dan banjir bandang karena kontur tanahnya yang miring dan curah hujan tinggi sepanjang tahun. Berdasarkan data BMKG Bandung, intensitas hujan pada awal Oktober hingga pertengahan November 2025 diprediksi berada pada level tinggi hingga sangat tinggi. Hal ini menuntut kewaspadaan pemerintah daerah dalam menyiapkan sistem drainase dan jalur air yang memadai.

Warga berharap agar pemerintah segera melakukan perbaikan permanen pada infrastruktur yang rusak dan memperkuat sistem peringatan dini di kawasan padat penduduk. “Kami hanya ingin tidak terjadi lagi kejadian seperti ini. Setiap hujan deras, kami selalu khawatir air meluap,” ujar salah satu warga Cikidang dengan nada harap.

Kini, setelah hujan reda, warga kembali bergotong royong memperbaiki lingkungan mereka. Dari rumah amblas hingga dinding roboh, semangat kebersamaan masih menjadi kekuatan utama dalam menghadapi bencana. Namun, di balik semua itu, masyarakat berharap pemerintahan kabupaten sebagai pemangku tertinggi hadir dalam upaya kongkret dalam pencegahan jangka panjang. (aq-nk)