🧡💚💙 RINDU kami …
Dikisahkan kembali oleh : Ike Hikmawati
❗️ Buka halaman demi halaman
📖 Baca dengan seksama
✨️ Rasakan getaran rindunya …
https://www.instagram.com/p/DMhpbLcyJK9/?img_index=1&igsh=MTh3Z3d6OWp0cmRhZw==
Rindu kami padamu ya Rasul …
Rindu wajahmu …
Rindu senyummu …
Rindu belas kasihmu …
Rindu syafa’atmu ….
Dengan segenap rindu kami sampaikan shalawat …
Allahumma sholli ‘ala Muhammad an-nabiyil ummiy wa’ala ali Muhammad
“Sesungguhnya Allah memiliki malaikat-malaikat yang berkeliling menyampaikan salam kepadaku dari umatku.” [H.R. Nasa’i dan Hakim]
Saat itu Baginda Rasulullah telah jatuh sakit agak lama, sehingga keadaan beliau sangat lemah. Pada suatu hari, Rasulullah SAW meminta Bilal memanggil semua sahabat datang ke masjid. Tidak lama kemudian, penuhlah masjid dengan para sahabat.
Semuanya merasa rindu setelah agak lama tidak mendapat tausiyah dari Rasulullah SAW. Beliau duduk dengan lemah di atas mimbar. Wajahnya terlihat pucat, menahan sakit yang tengah dideritanya.
Kemudian, Rasulullah SAW bersabda:
“Wahai sahabat-sahabatku semua… Aku ingin bertanya, apakah telah aku sampaikan semua kepadamu, bahwa sesungguhnya Allah SWT itu adalah satu-satunya Illah yang layak disembah?”
Dan para sahabat pun menjawab, “Benar ya Rasulullah.”
Kemudian Rasulullah SAW melanjutkan:
“Persaksikanlah ya Allah… Sesungguhnya aku telah menyampaikan amanah ini kepada mereka.”
Kemudian Rasulullah SAW bersabda lagi, dan setiap apa yang Rasulullah sabdakan selalu dibenarkan oleh para sahabat.
Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya aku akan pergi menemui Allah SWT. Dan sebelum aku pergi, aku ingin menyelesaikan segala urusan dengan manusia. Maka aku ingin bertanya kepada kalian semua… Adakah aku berhutang kepada kalian? Aku ingin menyelesaikan hutang tersebut. Karena aku tidak mau bertemu Allah SWT dalam keadaan berhutang.”
Rasulullah SAW mengulangi pertanyaan itu sebanyak tiga kali. Tiba-tiba bangun seorang lelaki yang bernama Ukasyah, seorang sahabat — mantan preman sebelum masuk Islam — dan dia berkata:
“Ya Rasulullah… Aku ingin sampaikan masalah ini. Seandainya ini dianggap hutang, maka aku minta engkau selesaikan. Seandainya bukan hutang, maka tidak perlu engkau berbuat apa-apa.”
Rasulullah SAW berkata:
“Sampaikanlah wahai Ukasyah.”
Maka Ukasyah pun mulai bercerita:
“Aku masih ingat ketika Perang Uhud dulu. Suatu ketika engkau menunggang kuda, lalu engkau pukulkan cemeti ke belakang kuda. Tetapi cemeti tersebut tidak kena pada belakang kuda, karena ketika itu aku berdiri di belakang kuda yang engkau tunggangi, wahai Rasulullah.”
Mendengar itu, Rasulullah SAW berkata:
“Sesungguhnya itu adalah hutang wahai Ukasyah. Kalau dulu aku pukul engkau, maka hari ini aku akan terima hal yang sama.”
Dengan suara yang agak tinggi, Ukasyah berkata:
“Kalau begitu aku ingin segera melakukannya, wahai Rasulullah.”
Ukasyah seakan-akan tidak merasa bersalah mengatakan demikian.
Ketika itu, sebagian sahabat berteriak marah kepada Ukasyah:
“Sesungguhnya engkau tidak berperasaan, Ukasyah! Bukankah Baginda sedang sakit!?!?”
Namun Ukasyah tidak menghiraukan semua itu.
Rasulullah memerintahkan Bilal untuk mengambilkan cambuk di rumah Fatimah. Kemudian Fatimah bertanya:
“Untuk apa Rasulullah meminta cambuk ini, wahai Bilal?”
Bilal menjawab dengan nada sedih:
“Cambuk ini akan digunakan Ukasyah untuk memukul Rasulullah.”
Terperanjat dan menangislah Fatimah, seraya berkata:
“Kenapa Ukasyah hendak memukul ayahku Rasulullah? Ayahku sedang sakit. Kalau mau, pukullah aku saja, anaknya.”
Bilal menjawab:
“Sesungguhnya ini adalah urusan Rasulullah dengan Ukasyah.”
Bilal membawa cambuk tersebut ke masjid lalu diberikannya kepada Ukasyah. Setelah mengambil cambuk itu, Ukasyah menuju ke hadapan Rasulullah. Tiba-tiba, Abu Bakar berdiri menghalangi Ukasyah sambil berkata:
“Ukasyah… kalau kamu hendak memukul, pukullah aku!”
Ukasyah tetap menuju ke hadapan Rasulullah SAW. Kemudian Umar bin Khattab berdiri menghalanginya sambil berkata:
“Ukasyah… kalau engkau suka pukul, pukullah aku. Dulu memang aku tidak suka mendengar nama Muhammad, bahkan aku pernah berniat untuk menyakitinya. Itu dulu. Sekarang, tidak boleh ada seorang pun yang menyakiti Rasulullah SAW. Kalau engkau berani menyakiti Rasulullah, maka langkahi mayatku!”
Begitu sampai di tangga mimbar, dengan lantang Ukasyah berkata:
“Bagaimana aku mau memukul engkau, ya Rasulullah. Engkau duduk di atas dan aku di bawah. Kalau engkau mau aku pukul, maka turunlah ke bawah sini!”
Rasulullah, manusia termulia, kekasih Allah itu, meminta beberapa sahabat memapahnya ke bawah. Rasulullah SAW didudukkan pada sebuah kursi. Lalu dengan suara tegas Ukasyah berkata lagi:
“Dulu waktu engkau memukul aku, aku tidak memakai baju, ya Rasulullah.”
Para sahabat sangat geram mendengar perkataan Ukasyah. Tanpa berlama-lama, dalam keadaan lemah, Rasulullah SAW membuka bajunya.
Kemudian terlihatlah tubuh Rasulullah yang sangat indah, sedang beberapa batu terikat di perut Rasulullah, pertanda beliau sedang menahan lapar.
Rasulullah SAW berkata:
“Wahai Ukasyah, segeralah dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Nanti Allah SWT akan murka padamu.”
Ukasyah langsung menghambur menuju Rasulullah SAW. Cambuk di tangannya ia buang jauh-jauh. Kemudian ia memeluk tubuh Rasulullah SAW seerat-eratnya… sambil menangis sejadi-jadinya.
Ukasyah berkata:
“Ya Rasulullah, ampuni aku. Maafkan aku. Mana ada manusia yang sanggup menyakiti engkau, ya Rasulullah. Sengaja aku melakukannya, agar aku dapat merapatkan tubuhku dengan tubuhmu. Karena Engkau pernah mengatakan, Barang siapa yang kulitnya pernah bersentuhan denganku, maka diharamkan api neraka atasnya. Seumur hidupku aku bercita-cita dapat memelukmu.”
Rasulullah SAW dengan senyum berkata:
“Wahai sahabat-sahabatku semua, kalau kalian ingin melihat ahli surga, maka lihatlah Ukasyah.”